Kupas Pencegahan DBD, FK UII Juara 3 Nasional di Surabaya
[:id]
SURABAYA (fk.uii.ac.id) – Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) berhasil menorehkan prestasi gemilang pada event Hang Tuah University Microbiology and Parasitology Scientific Paper Competition (HEMATOCRIT) yang diselenggarakan oleh FK Universitas Hang Tuah Surabaya. Pada final round ajang kompetisi ilmiah yang berlangsung secara daring pada tanggal 16 Januari 2021 tersebut, delegasi FK UII yang terdiri dari Amanda Nabilah, Satria Lutfi Hanata Samudra, dan Hana Delfina Trisatya meraih Juara 3 Nasional Poster Publik setelah bersaing ketat dengan 22 tim dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, seperti Universitas Airlangga, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Katolik Atmajaya, Poltekkes Kemenkes Semarang, Universitas Islam Bandung, Universitas Kristen Maranatha, dan sebagainya.
Pada kesempatan kali ini, delegasi FK UII menampilkan karya berjudul: “Pahami Penyakit DBD, Cegah Dengan Tetap SEHAT”. “SEHAT” disini merupakan akronim dari langkah-langkah pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD). Menurut Amanda, latar belakang pembuatan karya tersebut dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa DBD merupakan salah satu penyakit infeksi tropis yang memiliki prevalensi tinggi di Indonesia.
“Hingga minggu ke-49 tahun 2020, angka penyakit DBD di Indonesia mencapai 95.893 kasus. Dan menurut WHO setiap tahunnya 390 juta orang di dunia menderita DBD,” jelas Amanda.
Selain itu, datangnya musim hujan acap kali diikuti dengan meningkatnya kasus DBD akibat dari banyaknya genangan air bekas hujan di berbagai lokasi yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan telur nyamuk Aedes aegypti selaku pembawa virus Dengue yang menyebabkan DBD.
“Selain itu, pada masa pandemi ini orang-orang jadi lebih sering di rumah dan menghindari beraktivitas di luar ruangan, sedangkan nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor yang cenderung endofilik, day biters dan endofagik. Endofilik berarti nyamuk tersebut lebih sering berada di dalam ruangan, day biters artinya dia cenderung menghisap darah pada pagi hari, dan endofagik artinya cenderung menghisap darah di dalam ruangan. Sehingga harapan kami dengan adanya karya ini dapat membantu menurunkan prevalensi penyakit DBD,” pungkas Amanda. (dsh)
DBD: Masih Menjadi Momok di Indonesia!
SAMPAI saat ini, DBD masih menjadi ancaman serius bagi dunia kesehatan Indonesia. Hingga minggu ke-49 di tahun 2020 saja, jumlah kasusnya telah mencapai sebanyak 95.893 kasus dengan jumlah kematian mencapai 661. Kasus DBD tersebut tersebar di 472 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia dengan kematian akibat DBD terjadi di 219 kabupaten/kota.
DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tipe 1-4. Pasien yang mengalami DBD dapat mengalami berbagai gejala klinis. Yang utama adalah demam tinggi, akut, mendadak 2-7 hari yang disertai dengan gejala/tanda perdarahan dengan atau tanpa syok, seperti muncul bintik merah (ptekie) pada kulit, mimisan, gusi berdarah, dan sebagainya. Selain itu pasien juga dapat mengalami nyeri kepala, nyeri otot, penurunan nafsu makan, badan terasa lemas, dan sebagainya.
Temuan khas pada pemeriksaan laboratorium darah pasien DBD adalah turunnya kadar trombosit (trombositopenia) hingga <100.000/mmk dan peningkatan hematokrit ≥20% dari nilai normal.
Bahaya yang sangat nyata dari DBD adalah penyakit ini dapat menimbulkan kebocoran plasma yang dapat berujung pada terjadinya syok. DBD yang telah mencapai tingkatan ini dikenal sebagai DBD Derajat IV atau Dengue Syok Syndrome (DSS). DSS inilah yang menyebabkan banyak kematian pada penderitanya.
Dengan masih banyaknya kasus DBD di Indonesia plus ancaman yang dapat ditimbulkan, sudah sepatutnya masyarakat mewaspadai penyakit ini sejak dini dengan melakukan upaya pencegahan yang dikenal dengan istilah “Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus”.
M yang pertama adalah “Menguras”. Menguras di sini maksudnya adalah membersihkan/menguras tempat penampungan air, seperti bak mandi, kendi, drum, toren air, atau tempat penampungan air lainnya. Saat proses menguras ini, dinding bak maupun penampungan air juga harus digosok untuk menghilangkan telur nyamuk yang menempel pada dinding penampungan tersebut. Saat musim hujan atau pancaroba, kegiatan ini harus dilakukan setiap hari. Hal ini dimaksudkan untuk memutus siklus hidup nyamuk yang dapat bertahan di tempat kering selama 6 bulan.
M selanjutnya “Menutup”. Tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi maupun drum hendaknya ditutup dengan rapat. Menutup juga dapat diartikan mengubur barang bekas di dalam tanah agar tidak berpotensi menjadi sarang nyamuk. Bilamana berserakan, barang-barang bekas sangat rawan menampung air (seperti air hujan dan sebagainya) sehingga menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
M ketiga adalah “Memanfaatkan kembali”. Yang dimanfaatkan kembali adalah limbah barang bekas bernilai ekonomis. Dengan mendaur ulang barang bekas, selain dapat mengurangi volume sampah yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk demam berdarah, kegiatan ini sekaligus memberikan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat.
“Plus” adalah bentuk upaya pencegahan tambahan yang dapat diaplikasikan masyarakat, seperti gotong royong menjaga kebersihkan lingkungan, pemakaian obat anti nyamuk, pememasangan kawat kasa pada jendela dan ventilasi, ataupun memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
Pelaksanaan PSN 3M Plus secara kontinyu, berkesinambungan, dan tepat sasaran sangat membantu upaya pemerintah dalam menekan angka kejadian DBD. Untuk itu kesadaran masyarakat guna berpartisipasi aktif di dalamnya sangat diperlukan. (dsh)
[:en]
SURABAYA (fk.uii.ac.id) – Faculty of Medicine, Universitas Islam Indonesia (FM UII) managed to engrave brilliant achievements in Hang Tuah University Microbiology and Parasitology Scientific Paper Competition (HEMATOCRIT) event organized by FM Hang Tuah University, Surabaya. In the final round of the scientific competition which took place by online on January 16, 2021, the delegations from FM UII consisting of Amanda Nabilah, Satria Lutfi Hanata Samudra, and Hana Delfina Trisatya won the 3rd place in the National Public Poster. It happened after competing with 22 teams from some universities in Indonesia, such as Airlangga University, Muhammadiyah University of Yogyakarta, Atmajaya Catholic University, Health Polytechnic of the Ministry of Health Semarang, Bandung Islamic University, Maranatha Christian University, and so on.
In this occasion, the FM UII delegations presented a paper entitled: “Understand DHF, Prevent it by Staying Healthy”. According to Amanda, the background of this paper was based on the fact that Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a tropical infectious disease that has a high prevalence in Indonesia.
“Until the 49th week of 2020, the number of dengue fever in Indonesia has reached 95,893 cases. And according to WHO every year 390 million people in the world suffer from dengue fever,” explained Amanda.
In addition, the coming of rainy season is often followed by the increase in DHF cases due to the large number of rain puddles in many locations. Those places become breeding grounds for Aedes aegypti mosquito eggs as carriers of the dengue virus which causes DHF.
“In addition, during this pandemic, people stay at home more often and avoid outdoor activities, while the Aedes aegypti mosquito is a vector that tends to be endophilic, day biters and endophagic. Endophilic means that the mosquito flew around inside the house more often. Day biters means that the mosquitoes tend to suck blood in the morning, and endophagic means that it tends to suck blood indoors. So we hope that this paper can help in reducing the prevalence of DHF,” concluded Amanda. (dsh)
DHF: Still a Scourge in Indonesia!
TO DATE, DHF is still a serious threat to Indonesian. Until the 49th week of 2020, the number of cases has reached 95,893 cases with the number of deaths reaching 661. DHF cases are spread across 472 districts/cities in 34 provinces in Indonesia with deaths due to DHF occurring in 219 districts/cities.
DHF is a disease caused by the dengue virus types 1-4. Patients who suffer from DHF can experience various clinical symptoms. The main symptoms are high fever, acute, sudden in 2-7 days accompanied by symptoms/signs of bleeding with or without shock, such as appearing red spots (ptekie) on the skin, nosebleeds, bleeding gums, and so on. In addition, patients can also experience headaches, muscle pain, decreased appetite, weakness, and so on.
Typical findings in laboratory blood tests for DHF patients are a decrease in platelet levels (thrombocytopenia) to < 100,000/mmk and an increase in hematocrit ≥ 20% from normal level.
The very real danger of DHF is that it can cause plasma leakage which can lead to shock. DHF that has reached this level is known as Dengue Stage IV or Dengue Shock Syndrome (DSS). DSS is what causes many deaths in sufferers.
Among the many cases of dengue fever in Indonesia plus the threats that it can cause, it is appropriate for the public to be aware of this disease from an early age by making prevention efforts known as Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN (Mosquito Nest Eradication) “3M Plus”.
The first ‘M’ is “Menguras or Drain”. Draining here means cleaning/draining water reservoirs, such as bathtubs, jugs, drums, toren water, or other water reservoirs. During this draining process, the tub walls and water reservoir must also be scrubbed to remove mosquito eggs that stick to the walls. During the rainy season or transition, this prevention must be done every day. This is intended to break the life cycle of mosquitoes which can survive in dry places for 6 months.
The next ‘M’ is “Menutup or Closes”. Water reservoirs such as bathtubs and drums should be closed tightly. Closing can also be interpreted as burying used items in the ground so that they cannot be the potential nest for mosquitoes. When they are scattered, used goods are very prone to hold water (such as rainwater and so on) so that they will be a good medium for the breeding of the Aedes aegypti mosquito.
The third ‘M’ is “Memanfaatkan kembali or Reuse”. What is reused is waste of economical value. By recycling used goods, besides reducing the volume of waste that has the potential to become a breeding ground for dengue fever mosquitoes, this activity also provides added value to the community’s economy.
“Plus” is a form of additional preventive measures that can be applied by the community, such as mutual cooperation to keep the environment clean, use of mosquito repellent, attaching gauze to windows and vents, or raising fish which can eat mosquito larvae.
The implementation of the 3M Plus continuously, constantly, and on target greatly assists the government’s efforts to reduce the case of DHF. For this reason, public awareness to participate actively is very essential. (dsh)
[:]