[:id]Strategi Publikasi di Jurnal Nature[:]
[:id]Oleh dr. Dito Anurogo, MSc.
Prof. Taruna Ikrar, salah satu Pembicara Indonesia Menulis [Writenesia] 2017
[Kredit Foto dr Dito Anurogo, MSc.]
FK UII, Yogyakarta [2 Nov 2017] – Publikasi itu penting bukan hanya bagi peneliti atau institusi, melainkan juga sebagai salah satu indikator kemajuan suatu negeri. Untuk memilih jurnal sebagai tempat publikasi, peneliti tentu akan memilih yang bereputasi internasional dan memiliki impact factor tinggi, atau minimal terindeks Scopus. Impact factor menunjukkan seberapa banyak jurnal tersebut disitasi atau dijadikan referensi oleh peneliti lainnya. Salah satu jurnal dengan impact factor tinggi adalah jurnal Nature. Nature merupakan jurnal tempat para peraih Nobel Kedokteran mempublikasikan karyanya. Hal itu diungkapkan oleh Taruna Ikrar, profesor neurosains asli Indonesia yang merupakan kandidat Nobel Prize Kedokteran tahun 2016 untuk penelitiannya tentang optogenetics, dalam seminar Nasional bertajuk ‘’Indonesia Menulis [Writenesia] 2017’’ bertema Melalui Pena Mencerahkan Peradaban bertempat di lantai satu auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia [FK UII] Yogyakarta, pada tanggal 2-3 November 2017.
Menurut Taruna Ikrar, ada lima strategi bagaimana untuk mempublikasikan hasil penelitian di Jurnal Nature. Pertama, ide penelitian tersebut haruslah original. Kedua, tim peneliti haruslah memiliki kemampuan untuk mengelaborasi berbagai ide sehingga akhirnya menemukan sesuatu yang baru. Ketiga, extraordinary perception. Maksudnya, seseorang atau ilmuwan perlu memiliki paradigma istimewa tentang berbagai fenomena baru sekaligus mempunyai cara penelitian yang unik dan berbeda dari yang lainnya. Keempat, perlu kolaborasi, kerjasama, dan team work yang solid dan komitmen tinggi. Contoh paling baik tentang kolaborasi inter/multidisipliner adalah tim riset dari universitas ternama di USA, seperti California University, Harvard University, Stanford University, MIT. Kelima, jangan pernah menyerah. Maksudnya, ketika manuskrip kita ditolak, maka jangan langsung patah semangat. Penolakan perlu diterima sebagai nasihat pahit untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas publikasi kita.
Ilmuwan yang telah memiliki lima publikasi di Nature ini juga mengungkapkan beberapa hal utama sebagai kendala publikasi di Nature, antara lain faktor bahasa, kualitas penulisan saintifik, proses riset serta bagaimana kualitas data, tingkat originalitas yang amat tinggi, serta faktor reviewer. Maksudnya, ketika seseorang atau tim riset mengirimkan hasil publikasi di jurnal Nature, secara blind [acak – red.] akan direview oleh minimal tiga pakar atau profesor yang bereputasi Internasional di bidangnya.
‘’Tidak sembarang orang dapat publikasi di jurnal Nature karena harus memiliki extraordinary ideas [ide cemerlang – red.],‘’ papar Taruna Ikrar. Untuk mendapatkan ide cemerlang, caranya dengan membaca jurnal dan hasil-hasil penelitian sebanyak mungkin, setelah itu berkontemplasi untuk menemukan sesuatu. ‘’Sesuatu ini boleh jadi dari hal-hal yang sederhana, tetapi betul-betul baru,’’ lanjutnya.
Seminar yang dibuka langsung oleh Rektor UII, Nandang Sutrisno, serta dihadiri lebih dari seratus peserta dari beragam latar belakang ini juga menghadirkan berbagai narasumber di bidangnya, seperti Prof. Panut Mulyono [Rektor UGM dan penulis produktif], Fernan Rahadi [jurnalis senior Republika], Mas’ud Chasan [CEO Pustaka Pelajar dan Social Agency], Budi Cahyana [redaktur harian Jogja], dr. Handayani Dwi Utami [ahli forensik dan penulis novel], R Toto Sugiharto [jurnalis Kagama], Jayadi Kastari [redaktur Kedaulatan Rakyat], dr. Syaefudin Ali Akhmad [Wakil Dekan FK UII], Prof. Abdul Rohman [guru besar Farmasi UGM], dan Rizki Ageng Mardikawati [penulis produktif dan pegiat literasi di Forum Lingkar Pena /FLP Yogyakarta].
Wakil Dekan FK UII, Prof Taruna Ikrar, Penggagas Indonesia Menulis [Writenesia]
[Kredit Foto dr Dito Anurogo, MSc.]
Adapun latar belakang Indonesia Menulis [Writenesia] adalah merebaknya berita hoaks di media sosial, tsunami informasi, pesatnya teknologi virtual-digital perlu diimbangi dengan budaya literasi yang kuat. Generasi muda dan perempuan di era milenial perlu membiasakan kegiatan membaca, menulis, berdiskusi, dan riset sebagai budaya yang memberdayakan masyarakat dan merekatkan umat. Indonesia Menulis [Writenesia] merupakan bentuk sinergi antaruniversitas, terutama Universitas Gadjah Mada dan Universitas Islam Indonesia, didukung kolaborasi antarkomunitas literasi. Ke depannya, sinergitas yang mutualisme, multisektoral, interdisipliner, dan komprehensif ini diharapkan mampu melahirkan para pejuang pena yang berhasil mencerahkan peradaban dunia. [dr. Dito Anurogo, MSc.][:]