Opini Mahasiswa : Menilik Peran Mahasiswa dalam Aksi Kemanusiaan

Negara Indonesia adalah negara yang secara geografis berpotensi mengalami bencana-bencana besar. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sepanjang Januari-September 2019 terjadi 2.829 kejadian bencana. Bencana-bencana tersebut mengakibatkan korban luka-luka, meninggal, merusak infrastuktur kota, perkantoran, tempat ibadah, dan perumahan penduduk. Selain itu bencana juga menghadirkan trauma yang mendalam bagi para korban.

Bukan sesuatu yang berlebihan jika bencana disebut sebagai sebuah tragedi kemanusiaan. Bagaimana tidak, bencana alam menerjang semua orang tanpa pandang bulu. Mulai dari anak-anak, orang tua, orang baik, orang jahat, pribumi, non pribumi, semua berpotensi menjadi korban bencana alam. Akan tetapi, kita patut berbangga ketika melihat fenomena bencana dari perspektif yang lain. Berbangga karena ternyata saat terjadi bencana terlihat bahwa nilai gotong-royong, kebersamaan, empati sosial, dan kedermawanan masih terjaga diantara anak-anak bangsa. Semua elemen masyarakat seperti tanpa perintah dan komando untuk turun langsung melakukan aksi-aksi kemanusiaan. Mereka semua tanpa pamrih menyumbangkan apapun yang dimilikinya untuk meringankan korban bencana.

Berkaca dari fenomena bencana gempa bumi di Lombok tahun 2018, dengan keadaan bencana yang begitu dahsyatnya ditambah pemerintah yang juga tidak menetapkan bencana ini sebagai bencana nasional, bukan berarti warga luar daerah lombok menjadi diam dan tak peduli. Sebaliknya, dukungan dari masyarakat di luar wilayah Nusa Tenggara Barat begitu terasa sehingga gelombang relawan dan bantuan datang silih berganti. Pada lokasi bencana kita akan melihat masyarakat dari berbagai elemen saling bahu membahu dalam memberikan pelayanan kepada para korban. Salah satu elemen tersebut adalah mahasiswa.

Di saat para korban bencana sangat memerlukan uluran tangan, para mahasiswa rela meninggalkan waktu kuliah untuk menjadi relawan di tengah-tengah bencana. Sementara beberapa mahasiswa lain turun di lokasi bencana, sebagian mahasiswa lain sibuk mengumpulkan sumbangan untuk para korban. Tidak lupa juga dukungan yang sangat baik dari pihak Universitas dalam melakukan pendampingan terhadap mahasiswa yang turun bencana. Fenomena ini memperlihatkan Universitas Islam Indonesia (UII) sangat memahami bahwa penanggulangan bencana adalah urusan bersama.

Terdapat sebuah cerita menarik saat saya dan tim penanggulangan bencana dari UII turun di bencana gempa Lombok tahun 2018. Pada suatu pagi kami mendatangi sebuah posko pengungsian yang belum tersentuh oleh tim medis. Disana kami sempat berbincang dan mendengarkan seorang ibu yang dengan sangat antusias menceritakan ketakutan ia dan keluarganya saat terjadi gempa utama. Ia menceritakan dengan bahwa keluarganya berlarian sejauh 7 KM hanya untuk menghindari adanya tsunami. Setelah lama berbincang kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke posko selanjutnya. Sebelum kami pergi, ibu itu menghampiri dan mengucapkan banyak terimakasih layaknya seseorang yang sudah diberikan sesuatu. Dari peristiwa ini saya menilai bahwa hal yang menurut kita kecil akan sangat bermakna bagi mereka yang sedang membutuhkan.

Aksi kemanusiaan oleh mahasiswa tidak bisa dianggap sebelah mata. Aksi kemanusiaan merupakan gerakan mahasiswa dan manifestasi dari wujud kepedulian sosial. Peran mahasiswa dalam hal ini konkrit, riil, dan tidak kalah penting dari gerakan-gerakan mahasiswa dalam bentuk lainnya seperti penelitian, mengikuti konferensi ilmiah, megikuti lomba ilmiah, bahkan demonstrasi. Dengan niatan tulus ikhlas mereka hadir membantu para korban dalam melakukan evakuasi, membantu memberikan pengobatan, membantu menghilangkan trauma pada anak-anak, hingga proses pendataan korban.

Aksi kemanusiaan yang dilakukan saat bencana merupakan gerakan alternatif yang dilakukan oleh mahasiswa untuk membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan. Pada akhirnya kita semua harus belajar bahwa berbagi bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan. (Dian Muhammad Gibran)