Mengurangi Kekhawatiran Orangtua Mengenai Gangguan Ginjal Akut pada Anak, FK UII Selenggarakan Seminar Daring
dr. RR. Dewi Sitoresmi A., Sp.A dan Dr. Apt. Oktavia Indrati, S.Farm., M.Sc. sebagai narasumber seminar daring bersama moderator: dr. Nur Aini Djunet, M.Gizi, FINEM
Kaliurang (31/10) — Akhir-akhir ini muncul berita yang membuat orangtua, khususnya yang mempunyai anak balita merasa resah. Diberitakan bahwa sebanyak 245 anak Indonesia (per tanggal 23 Oktober 2022) menderita gagal ginjal akut dan beberapa diantaranya meninggal dunia. Peningkatan jumlah kasus ini diduga terkait dengan cemaran bahan etilen glikol di dalam obat sirup yang dikonsumsi anak-anak.
Menyikapi permasalahan ini, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) menyelenggarakan Seminar Daring Seri 07 dalam rangka pengabdian masyarakat dengan tema: “Mengenal Gangguan Ginjal Akut Pada Anak”, pada Sabtu (29/10).
Narasumber pertama, dr. RR. Dewi Sitoresmi A., Sp.A memaparkan topik mengenai Gangguan Ginjal Akut (GgGA) dan Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GgGAPA) pada anak. dr. Dewi menjelaskan bahwa gangguan ginjal akut merupakan penurunan fungsi ginjal secara mendadak, ditandai dengan penurunan produksi urin yang menyebabkan akumulasi produk sisa metabolik seperti ureum dan kreatinin darah. “Gangguan ginjal akut ini bukan merupakan penyakit baru, sudah ada sejak dahulu, yang marak akhir-akhir ini adalah Ginjal Akut Progresif Atipikal”, papar dr. Dewi di awal presentasinya.
Sampai saat ini masih belum pasti penyebab dari GgGAPA, masih proses investigasi, kemungkinannya antara lain: infeksi bakteri, infeksi virus, Multisistem Inflammatory System in Children (MIS-C), dan toksisitas. “Ethylene glycol terdeteksi pada darah dan urin pasien yaitu pada 7 pasien dari 11 sampel yang dilakukan penelitian”, lanjut dr. Dewi.
“Bagaimana cara memantau anak kita di rumah? Gejala utamanya adalah produksi urin yang berkurang, maka yang harus dilakukan adalah pemantauan produksi urin secara berkala”, jelas dr. Dewi.
Narasumber kedua, Dr. Apt. Oktavia Indrati, S.Farm., M.Sc. menyampaikan materi mengenai formulasi obat sirup. Di awal materi, Dr. Oktavia memaparkan berbagai bentuk sediaan cair oral yaitu sirup/sirup kering, suspensi, dan emulsi. “Untuk sediaan sirup, secara mudahnya merupakan sediaan yang zat aktifnya terlarut sempurna dalam pelarut”, ujar Dr. Oktavia.
Di dalam suatu pembuatan obat cair, atau secara umum dalam pembuatan obat, sediaan obat tidak hanya berisi zat aktif saja tetapi ada bahan tambahan atau disebut excipient. “Bahan tambahan dalam formulasi obat sirup antara lain: pelarut, peningkat kelarutan zat aktif yang disebut kosolven, pemanis, perasa, pengawet, dan pengatur keasaman/pH”, tambah Dr. Oktavia.
Terkait bahan tambahan, dalam sediaan cair ada potensi cemaran bahan berbahaya pada formulasi terutama Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG). EG merupakan cairan yang jernih, berasa manis, tidak berwarna dan tidak berbau, tidak digunakan dalam formula obat cair oral, bersifat toksik, dan digunakan sebagai antibeku pada mobil. Sementara DEG merupakan cairan tidak berwarna, tidak berbau, dan higroskopis dengan rasa manis, tidak digunakan dalam formula obat cair oral, dan bersifat toksik.
Dr. Oktavia memaparkan bahwa dalam pelaksanaan pengujian terhadap dugaan cemaran EG dan DEG dalam sirup obat sesuai acuan yang digunakan yaitu Farmakope Indonesia dan/atau acuan lain yang sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, cemaran EG dan DEG kemungkinan berasal dari 4 (empat) bahan tambahan yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol, yang bukan merupakan bahan yang berbahaya atau dilarang digunakan dalam pembuatan sirup obat. (Jo)