[:id]Jual Beli Organ Dalam Pandangan Islam[:]
[:id]
Pertanyaan : Jika melihat pemebritaan di media, kita membaca dan mendengar bahwa Jual beli organ manusia bukanlah hal baru di dunia. Setiap tahunnya, lebih dari 100.000 pasien menunggu donor untuk melakukan transplantasi ginjal, jantung, ataupun hati. Sementara mereka berkejaran dengan waktu, pendonor untuk organ tubuh sangatlah terbatas dan ketat peraturannya. Barangkali karena itulah, jual beli organ marak dilakukan. Kenapa ada orang yang mau menjual organnya? Terus pandangan Islam terhadap hal ini seperti apa, mohon penjelesannya ? diucapkan bayak terima kasih atas jawabannya.
Azzahra Nafi’ Syafarani, Yogyakarta.
Jawaban:
Manusia merupakan mahluk yang paling mulia sebagai ciptaan Allah swt. Manusia dengan akalnya memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan mahluk lain terutama dalam mengembangkan science dan teknologi. Manusia diberi perintah dan tanggung jawab bahkan diberi kebebasan untuk mempelajari hukum alam (ayat qauniyah) dan hukum agama (ayat qauliyah) supaya mencapai kebahagian di dunia dan akherat. Salah satu kemajuan yang sudah dicapai manusia saat ini adalah teknologi kedokteran terkait transplantasi organ sehingga penyediaan “spare part organ” menjadi hal yang pasti akan menjadi pasar tersendiri. Apakah pasar organ itu atau jual beli organ itu boleh menurut islam dan bagaimana etika islam memberi panduan kepada penerapan teknologi transplantasi organ.
Menurut Pandangan Islam yang berbasis mashlahah sejauh teknologi itu memberikan mashlahah kepada manusia maka semua diperbolehkan asalkan tidak membahayakan dan tidak ada larangan agama yang dilanggar. Menurut paham hukum berbasis mashlahah berarti jual beli organ diperbolehkan selama menguntungkan dan memberi manfaat bagi kehidupan manusia terutama untuk mengembalikan fungsi tubuh dan menghindari kematian. Bukan berarti setiap orang boleh menjual organnya dengan harga yang murah atau harga yang pantas serta tinggi, sekali lagi bukan soal harga tapi nilai kemanusiaan. Analoginya sama seperti donor darah bahwa setiap orang dianjurkan untuk mendonorkan darahnya demi kemanusiaan meskipun kadang ada yang karena terjepit keadaan mau mendonorkan darahkan dengan meminta bayaran. Namun sekali lagi saat seseorang mau mendonorkan darahnya tentu harus melalui serangkaian pemeriksaan sehingga donor danar itu aman bagi yang mendonorkannya karena kondisinya memang fit dan semua normal seperti Hb dan albumin atau aman bagi yang menerima donor yaitu bebas dari infeksi HIV dan infeksi lainnya. Meskipun pada prakteknya keluar biaya untuk memberi reward bagi pendonor berupa minuman susu dan nutrisi lainnya serta biaya untuk jasa pengelola darah dan kantong darah namun bukan berarti terjadi proses jual beli darah. Apalgi darah termasuk barang haram menurut islam. Dalam situasi kebutuhan donor darah semakin besar maka diperlukan proses bisnis yang berkhidmat kepada kemanusiaan tapi spiritnya tetap bukan “for profit” meskipun pada prakteknya tidak ada yang serba gratis. Diakui memang pengembangan bisnis pasti berlangsung terus yang akhirnya ada juga yang mulai berorientasi “for profit” secara sembunyi sembunyi. Apalagi kalau sudah masuk dunia industry yang padat modal, padat SDM, padat aturan birokrasi, dan padat masalah yang jelas tidak ada yang mau rugi dengan investasi tersebut. Pendapat para ulama terkait donor darah umumnya sepakat demi kemaslahatan memberi hukum boleh meskipun dengan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mencegah mudharat. Kecuali sekte Jehova Witnes dari agama Kristen yang menolak sama sekali donor darah karena dianggap melawan aturan tuhan dan risikonya akan masuk neraka selamanya.
Demikian halnya dengan donor organ yang lainnya seperti mata, ginjal, kulit, dan lainnya yang akan berkembang terus dan menjadi terobosan baru dalam dunia medis yang tentunya disikapi berbeda oleh para ulama ada yang pro dan ada yang kontra. Secara cepat untuk menolak atau menerima donor organ kita bisa menggunakan pendekatan maqosidus syariah (MQS) yaitu tujuan syariat islam diberlakuakn oleh Allah kepada manusisa untuk melindungi agama/moralitas (hifd diin), melindungi jiwa(hifd Nafs), melindungi akal (Hifd Aql) melindungi keturunan (hifd Nashl), melindungi harta serta kehormatan diri. (Hifd Maal). Dari sudut pandang maqosidus syariah tentunya pertimbangan agama harus dinomor-satukan artinya teknologi transplantasi organ dan praktek donor organ harus dijaga dan dipelihara serta tidak bertentangan dengan hukum hukum agama terutama atruan hala haramnya . Selain itu juga tindakan tersebut harus melestarikan hukum hukum agama yang terkait nasab waris perwalian sehingga tidak boleh mendonor organ reproduksi atau sperma dan ovum yag tidak ada ikatan perkawinan. Tujuan syariah untuk melindungi jiwa harus berlaku bagi yang donor dan yang menerima tetapi bukan satu satunya pertimbangan untuk melegalkan donor organ. Aplikasi dari maqosidu syariah harus dibantu dengan qowaaidus shariah (QWS) yaitu prinsip/kaidah kaidah syariah seperti prinsip niat bahwa niatnya mulia sesuai MQS karena Allah. Prinsip keyakinan bahwa tindakannya itu diyakini bisa dilakukan dan tinggi keberhasilannya. Prinsip kerugian yakni tindakan itu tidak merugikan dan tidak membahayakan siapapun. Prinsip kegawatdaruratan yakni pada kondisi emergency yang haram pun diperbolehkan asalkan sesuai kebutuhan demi penyelamatan dan tidak dibuat-buat yang mengacu pada mashalahah level dharuriyat (kebutuhan primer) untuk menyelamatkan dari ancaman kematian. Jika tidak terpenuhi aspek dharuriyat maka alasan lain dari aspek hajiyat (kebutuhan sekunder) dan tahsiniyat (kebutuhan tersier) harus ditimbang dengan pendekatan prima facie atau maxim pertama yang muncul dan hak yang paling kuat serta alternativenya dalam bingkai nilai nilai islam. Terakhir prinsip adat kebiasaan berdasarkan budaya masyarakat setempat yang tidak bertentangan dengan aqidah islamiyah. Aplikasi dari MQS dan QWS itu akan selektif. Untuk organ yang hanya satu satunya dan sangat vital seperti jantung, hati dan otak tentunya donor organ ini dilarang sama sekali saat pendonor masih hidup. Saat pendonor sudah meninggal dunia dengan dalih demi kemaslahatan juga masih belum jelas keberhasilannya dan dampaknya secara psikologis belum ada kajian pada yang hidup dengan otak orang lain dan jantung orang lain. Transplantasi organ yang berada diluar seperti tangan kaki dan mata karena menimbulkan mudharat terhadap pendonor ke tingkat hajiyat dan tahsiniyat juga dilarang. Transplantasi organ yang sepasang seperti ginjal yang bisa diambil satu dan tidak mengancam jiwa pendonor tetap harus menjaga kualitas hidup pendonor dan tidak menimbulkan gangguan di level hajiyat dan tahsiniyat. Proses transplantasi organ melalui penyediaan organ oleh donor tersebut harus berbasis pada MQS dan QWS sehingga kajian terhadap siapa pendonornya, siapa penerimanya dan pada kondisi bagaimana serta apa organ yang mau didonorkan dengan alasan apa (Who, How, What, Why). Aspek Who, How, What dan Why tersebut harus dijawab supaya tidak bertentangan dengan MQS dan QWS serta al quran dan al hadist. Aspek lainnya yang tidak kalah penting adalah ada tidak nya alternative lain selain donor organ untuk tranplantasi organ untuk mengatasai masalah medis dengan mengunakan prosthesis atau organ buatan, mesin dialysis atau cuci darah untuk ganguan ginjal, teknologi stem cell untuk mengganti jaringan yang sudah rusak dan yang yang mati, serta tersedianya biobank (simpanan jaringan tubuh) seperti untuk kornea atau lainnya yang sesuai prinsip syariah.
Beberapa panduan dalam al quran dan al hadit yang harus selalu diingat dalam memutuskan apakah donor darah diterima atau tidak adalah;
Firman Allah Ta’ala : ”Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya”. (QS. 2:173).
Dalam ayat lain Allah berfirman : ”Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. 5:3).
Dalam ayat lain Allah juga berfirman : “Dan sungguh telah dijelaskan kepadamu apa-apa yang diharamkan atasmu kecuali yang terpaksa kamu memakannya.” (QS. 6:119)
Allahswtberfirman,
“..dan barangsiapa menyelamatkan satu nyawa, maka seolah-olah ia telah menyelamatkan umat manusia seluruhnya.” (Al-Maidah 5 : 32 )
Hadits Nabi SAW : “Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan jiwa dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.”
Sebagai konsekwensi jika melangar prinsip prinsip di atas sebagai jalan orang mukmin maka Allh berfirman dalam QS An-nisa 115;
“ Dan baeang siapa menentang jalan Rsoul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang mukmin. Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan masukan di a ke dalam neraka Jahanan dan itu seburuk buruk tempat kembali”
Niat baik dari hubungan keluarga karena pertimbangan demi menyelamatkan saudaranya dari kematian saja belum cukup untuk melegalkan transplantasi organ karena aspek biaya yang mahal dalam operasi dan kecocokan si penerima organ karena ada kemiripan genetic juga jadi pertimbangan. Donor hidup untuk organ yang sepasang seperti ginjal dan mata serta tangan dan kaki harus ditinjau dari 2 kaidah hukum islam yang lain yaitu menghilangkan mudlorot (bahaya) dan mudlorot tidak bisa dihilangkan dengan timbulnya mudlorot yang lebih besar.
Ulama seperti Yusuf Qordhowi dan Wahbah Zuhaili cenderung memperbolehkan donor organ jika ada persetujuan dari ahli waris mayat. Jika donor masih hidup hanya organ yang bisa tumbuh lagi seperti darah, yang bisa didonorkan bukan organ vital yang hanya satu satunya, dan ada advance directive atau wasiat di depan dari mayar yang akan mendonorkan organnya saat meninggal dunia nanti. Problem muncul saat organ mau diambil apakah keluarga setuju atau tidak. Selain itu masalah muncul penyimpanan organ itu membutuh biaya lalu siapa yang harus membiayainya. Jika ditawarkan kepada pihak yang akan menerima untuk pembiayaannya apakah itu termasuk jual beli organ. Penyimpangan jual beli organ itu biasa nya terjadi pada donor yang masih hidup karena terjepit ekonomi dan tidak kuat miskin serta karena kebodohan banyak orang miskin seperti di Nepal dan Vietnam yang jadi korban makelar dan mafia jual beli organ ginjal. Itu adalah pasar gelap atau black market yang bertentangan dengan HAM dan prinsip prisnip bioetik islam berbasis MQS dan QWS. Pertimbangan dokter yang kompeten juga harus dipakai baik dokter muslim maupun kafir supaya tindakan donor organ itu tidak sia sia dan tidak membahayakan kedua belah pihak. Isu etik yang lain muncul jika pendonor itu orang islam dan penerimanya orang kafir apakah persepsinya MQS hifd diin akan digeser demi hifn nafs. Akibatnya keutaman orang islam diatas orang non muslim dikorbankan demi hifd nafs orang yang berbeda agama.
Dan ulama yang mengharamkan secara mutlak permasalahan donor organ, di antaranya Syeikh Abdul Aziz bin Baz dan Syeikh Muhammad Al-Utsaimin.
Menurut kedua ulama ini, Allah ta’ala menciptakan rangkaian organ tubuh manusia dengan hikmah dan faidah, yaitu supaya bekerjasama dalam sebuah pekerjaan. Kalau hilang satu maka tentunya disana ada pengaruh ke tubuh dan fungsinya.
1. Donor organ belum tentu berhasil, sedangkan pendonor pasti merasakan sakit atau mudlorotnya.
2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Memecah tulang orang yang meninggal seperti memecah tulangnya ketika masih hidup” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Dan mengambil organ vital semisal jantung, hati ginjal lebih besar urusannya & lebih sakit tentunya dari sekedar memecahkan tulang.
Pandangan lain yang menolak donor organ dari mayat adalah bahwa mayat sudah tidak punyak hak milik lagi atas dirinya dan itu murni harus dikebumikan apa adanya sebagai hak milik Allah yang harus kembali kepada Allah. Apalagi dijual belikan untuk bisnis organ jelas melanggar amanah Allah kepada manusia yang diberi oleh Allah organ yang lengkap untuk beribadah kepadanya bukan menjualbelikan karunia tubuh itu.[:]