Berpartisipasi dalam Pencegahan Kekerasan terhadap Anak, FK UII Selenggarakan Seminar

Foto bersama peserta Seminar KtA

Yogyakarta (27/08) — Anak dan remaja merupakan salah satu aset terpenting bangsa. Anak dan remaja yang sehat dan cerdas akan menjadi sumber daya manusia berkualitas yang sangat penting bagi pembangunan negara. Semua pihak, baik keluarga maupun masyarakat, memiliki peran masing-masing untuk mewujudkan hal tersebut. Namun sayangnya, perkembangan anak dan remaja di Indonesia terbentur oleh maraknya tindak kekerasan dewasa ini.

Menyikapi permasalahan tindak Kekerasan terhadap Anak (KtA), Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) menyelenggarakan seminar KtA yang diharapkan dapat membantu pihak-pihak terkait untuk lebih memahami dan, pada akhirnya, dapat mencegah dan mendeteksi dini kasus-kasus KtA pada Sabtu (27/08). Acara seminar ini dilaksanakan secara luring di Gedung Kuliah Umum, Prof. Sardjito, Kampus Terpadu UII.

Narasumber pertama, dr. Mei Neni Sitaresmi, Ph.D, Sp.A(K) memaparkan topik mengenai pencegahan kekerasan seksual pada anak dan remaja. dr. Mei Neni menjelaskan bahwa Kekerasan Seksual pada Anak (KSA) terbagi menjadi 3 tipe yaitu: (1) pelecehan seksual non-kontak seperti ancaman pelecehan seksual, paparan tidak senonoh, atau mengekspos anak ke pornografi, (2) kontak pelecehan seksual yang melibatkan hubungan seksual, (3) kontak tidak termasuk hubungan seksual tetapi melibatkan tindakan lain seperti sentuhan yang tidak pantas. “KSA merupakan fenomena gunung es, 30-70% KSA tidak terlaporkan karena malu, takut, diancam, tidak paham, ataupun bingung”, lanjut dr. Mei Neni.

dr. Mei Neni Sitaresmi, Ph.D, Sp.A(K) saat memaparkan materi

Selanjutnya topik mengenai kenali kekerasan seksual secara daring (online child sexual abuse) disampaikan oleh Irving Vitra, S.T, M.Sc.IT, Ph.D.
“Anak jaman sekarang, kalau tidak pegang gadget sehari saja itu sudah stres”, ujar Irving. Penelitian menunjukkan bahwa anak sendiri yang dengan sadar menyebarkan penyimpangan seksual, yang paling sulit itu terkait live streaming seperti Tiktok. Hasil survei terakhir yang dipublikasi pada Juli 2022 dari UNICEF, Interpol dan ECPAT (Komisi Perlindungan Anak Internasional cabang Indonesia) menunjukkan bahwa eksploitasi dan pelecehan seksual anak secara online di Indonesia lebih dari 56%.

Sementara itu, aspek klinis akibat kekerasan seksual dibahas narasumber ketiga dr. Yasmini Fitriyati, Sp.OG. Pada awal presentasi, dr. Yasmini menyoroti kasus kekerasan seksual terhadap siswi SMP di Tayu yang disekap selama 4 bulan dan dijadikan budak seks hingga organ vitalnya rusak. “Kekerasan seksual pada anak menimbulkan dampak jangka panjang pada organ reproduksi itu sendiri, selain itu juga dampak pada korban yaitu depresi”, jelasnya.

dr. Yasmini menambahkan, Awal muasal masalah pada pelaku itu dari manakah? Apakah menyalahkan pergaulan yang salah? Apakah mendapatkan informasi yang tidak benar? Dari pelaku bisa melakukan kejahatan seperti itu sebenarnya dari pengaruh luar atau dari internal pertumbuhan pelaku sebenarnya ada masalah. Penelitian terkait hal itu belum banyak diungkap, namun penelitian yang ada adalah terkait perkembangan kondisi kesehatan anak sampai menjadi dewasa. Misalnya ketika hamil terjadi masalah kesehatan, bayi yang dilahirkan kedepannya bisa muncul masalah-masalah kesehatan seperti gangguan jantung, gangguan metabolik, atau tekanan darah.

Irving Vitra, S.T, M.Sc.IT, Ph.D., Mira Aliza Rachmawati, S.Psi., M.Psi., dan dr. Yasmini Fitriyati, Sp.OG. saat memaparkan materi

Selanjutnya topik dampak psikologis kekerasan seksual pada anak dikupas oleh Mira Aliza Rachmawati, S.Psi., M.Psi. Menurutnya, hampir setiap hari kita mendengar kekerasan seksual terhadap anak. Fakta kekerasan terhadap anak di Indonesia menurut survey nasional pengalaman hidup anak dan remaja, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak tahun 2018 ditemukan 1 dari 11 anak perempuan mengalami kekerasan seksual dan 1 dari 17 anak laki-laki mengalami kekerasan seksual.

Dampak pelecehan seksual pada anak dicirikan dengan variasi yang luas, dari dampak jangka pendek hingga efek yang bertahan hingga dewasa. Banyak gejala yang terkait dengan korban pelecehan seksual anak seperti harga diri rendah, kecemasan, permusuhan, depresi, hiperaktif, dan gangguan psikosomatik umum untuk berbagai masalah lain. “Yang paling parah adalah dia akan mengalami depresi, melakukan tindakan-tindakan negatif, salah satunya adalah bunuh diri. Untuk itu yang dapat kita lakukan adalah kita harus aware terhadap kondisi anak-anak kita”, tandas Mira Aliza.

Foto bersama tim pelaksana seminar. (Jo)