Perkuat Integrasi Nilai Islam dan Sains, Forum Kedokteran Islam Indonesia (FOKI) Gelar Rapat Kerja 2025 di Yogyakarta


SLEMAN
– Forum Kedokteran Islam Indonesia (FOKI) kembali menggelar Rapat Kerja (Raker) tahunan untuk periode 2025/2026. Mengusung semangat kolaborasi dengan tema “Bersama FOKI Memberikan Kontribusi Mengintegrasikan Nilai-nilai Islam dalam Pendidikan Kedokteran”, kegiatan ini berlangsung secara luring pada Senin, 15 Desember 2025, bertempat di Loman Park Hotel Yogyakarta.

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) bertindak sebagai tuan rumah dalam perhelatan strategis ini. Acara dihadiri oleh para dekan, profesor, dan delegasi dari 43 Fakultas Kedokteran berbasis Islam di seluruh Indonesia, dengan tujuan memperkuat jejaring, menyamakan visi kurikulum, serta merespons tantangan zaman dalam dunia pendidikan medis.

Ketua FOKI, Dr. dr. Linda Rosita, M.Kes, Sp.PK., Subsps.H.K(K), dalam sambutannya menekankan bahwa FOKI bukan sekadar ajang silaturahmi, melainkan wadah strategis untuk capacity building institusi kedokteran Islam. Ia mengingatkan sejarah FOKI yang berawal dari keinginan kuat untuk memiliki riset berbasis Islam, khususnya Tibbun Nabawi, tanpa mengesampingkan mutu akademik.

“Kita tidak bisa menghilangkan mutu akademik. Kita berkumpul di sini untuk mengimplementasikan mutu tersebut di fakultas masing-masing, namun dengan jiwa nilai-nilai Islam,” ujar Dr. Linda.

Foto Sambutan Ketua FOKI oleh Dr. dr. Linda Rosita, M.Kes, Sp.PK., Subsps.H.K(K)

Ia menambahkan bahwa FOKI kini telah memiliki jejaring internasional melalui keanggotaan di FIMA (Federation of Islamic Medical Associations), yang membuka peluang kolaborasi riset dan konferensi global.

“Kita tahu bersama bahwa kita sendiri tidak akan pernah kuat. Jalan jauh, harus bersama-sama. Dengan 43 anggota institusi saat ini, kita ingin memberikan nilai Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin ke seluruh alam, termasuk melalui pengembangan kurikulum dan etika kedokteran,” tegasnya.

Sebagai tuan rumah, Dekan FK UII, Dr. dr. Isnatin Miladiyah, M.Kes, menyambut hangat para delegasi. Dalam sambutannya, ia menyoroti kompleksitas tantangan pendidikan kedokteran saat ini, mulai dari disrupsi teknologi, perubahan regulasi kesehatan, hingga ancaman tergerusnya etika profesionalisme.

“FOKI adalah rumah kita bersama. Forum ini menjadi semangat untuk menjaga nilai dan menguatkan karakter mahasiswa,” ungkap Dr. Isnatin.

Foto Sambutan Dekan FKUII oleh Dr. dr. Isnatin Miladiyah, M.Kes

Ia berharap Raker ini menghasilkan strategi konkret untuk melahirkan dokter masa depan yang tidak hanya kompeten secara keilmuan, tetapi juga memiliki integritas kokoh dan komunikasi yang santun.

“Kita ingin dokter yang dihasilkan mempunyai kepekaan tinggi terhadap permasalahan masyarakat. Semoga FOKI yang kuat, akan berdampak dan penuh makna bagi umat,” tambahnya.

Acara dibuka secara resmi oleh Rektor Universitas Islam Indonesia, Fathul Wahid, Dalam pidato kuncinya yang mendalam, Fathul Wahid,  mengajak para pendidik kedokteran untuk adaptif namun tetap kritis.

Fathul Wahid,  menyoroti cara mendidik mahasiswa generasi saat ini (Gen Z) yang berbeda dengan masa lalu. Ia mengimbau para dosen untuk berhenti memberikan label negatif seperti “Generasi Strawberry” dan menggantinya dengan kekuatan doa. “Alih-alih mengeluh, mari kita doakan mahasiswa kita. Doa guru itu makbul,” pesannya.

Foto Sambutan Rektor UII oleh Fathul Wahid

Lebih jauh, Rektor UII memberikan pandangan menarik terkait penggunaan Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI) dalam dunia medis. Menggunakan analogi kalkulator, ia menekankan pentingnya Maqashid (tujuan) dalam penggunaan teknologi.

“Bingkai sederhananya adalah tujuan. Ketika AI digunakan dan itu mendorong serta memudahkan kita mencapai tujuan hakiki, maka gunakan. Tetapi ketika AI membajak tujuan kita, jangan digunakan,” jelas Fathul Wahid, .

Ia menjelaskan bahwa dalam kedokteran presisi masa depan, AI berperan penting dalam menarik inferensi dari Big Data dan mengenali pola penyakit secara induktif, namun teknologi tersebut tidak akan pernah menggantikan peran dokter sebagai manusia.

Di akhir sambutannya, Fathul Wahid,  melontarkan gagasan anti-mainstream yang menggugah pemikiran para pimpinan fakultas kedokteran, yakni mengenai tingginya biaya pendidikan dokter yang berimbas pada mahalnya layanan kesehatan. Ia menyebut fenomena ini sebagai “Rantai Setan” yang harus diputus.

“Saya membayangkan bagaimana memutus mata rantai ini supaya layanan kesehatan tidak mahal dan bisa diakses semua orang, termasuk orang miskin. Salah satu titik yang bisa kita masuki adalah biaya pendidikan prodi kedokteran bisa lebih murah. Jika pendidikan mahal, dokter akan berpikir komersial untuk balik modal,” paparnya.

Ia mengajak anggota FOKI untuk merenungkan kembali peran institusi pendidikan agar tidak menjadikan FK sebagai “sapi perahan” (cash cow), demi mengembalikan marwah dokter sebagai Hafizhul Hayat (Penjaga Kehidupan) yang melayani semua lapisan masyarakat.

Rapat Kerja FOKI ini dijadwalkan berlangsung selama sehari dengan agenda pembahasan divisi-divisi strategis, termasuk pengembangan kurikulum, advokasi kebijakan, dan riset Tibbun Nabawi.(rahman)