remaja dan ancaman seks pra-nikah
KETIKA permissivisme (kebebasan) sudah tidak dapat dibendung lagi – Maka, remaja adalah korban langsung dari fenomena tersebut. Ini semua jelas merupakan sketsa buram masa depan bangsa kita mengingat di pundak merekalah masa depan bangsa ini akan kita titipkan. Jika dulu problem utama biasanya ditujukan kepada sejauh mana pemahaman terhadap masalah seks dan berbagai resikonya (pendidikan seks). Memang harus kita akui bahwa pada saat itu, informasi seputar masalah seksualitas terbilang masih sangat minim sekali. Apalagi, masih ada kesan tabu seputar wacana seks untuk didiskusikan – dan transformasi penjelasan masalah ini dari orang tua kepada anak hampir 0 % jumlahnya. Kalaupun ada, biasanya dilakukan pada saat “pembekalan” pra-pernikahan atau khutbah nikah (uler-uler nikah) – itupun disampaikan dengan bahasa yang sangat sumir dan penuh simbol-simbol. Adanya pemahaman tabu-isme ini, memperbesar lingkaran permasalahan di kalangan remaja kita.
PERDA
INFORMASI seputar masalah seks tanpa didukung perangkat regulasi yang memadai – hasil dari “pendidikan” tersebut juga akan tidak maksimal. Perangkat peraturan yang sangat mendesak untuk dibuat, berkaitan dengan upaya untuk mempersempit wilayah kemaksiatan seperti memperketat pengawasan terhadap hotel-hotel yang dimungkinkan digunakan sebagai tempat kencan. Artinya, PERDA: Penyelenggaraan Hotel harus ditingkatkan muatan-muatan proteksinya agar tidak disalah gunakan untuk hal-hal tersebut. PERDA berikutnya yang juga sangat dibutuhkan berkaitan dengan penyelenggaraan pentas-pentas seni dan acara-acara musik. Kontrol terhadap penyanyi-penyanyi seronok harus ditingkatkan. Dalam banyak pemberitaan, kita dapat membaca adanya kasus-kasus perkosaan setelah menonton acara-acara musik yang dilengkapi dengan aksi-aksi erotik, seperti penyanyi melucuti pakaiannya hingga menyisakan bagian-bagian pakaian yang sangat minimalis.