Pentingnya Skrining Kesehatan dalam Persiapan Haji

Arviyan Cahyo Nugroho (21712080)

Pojok Dakwah

Pentingnya Skrining Kesehatan dalam Persiapan Haj

Haji merupakan rukun islam ke lima dan ibadah yang membuat seluruh umat islam dari segala penjuru dunia berkumpul untuk bermunajat kepada Allah SWT. Salah satu ayat di Al-Qur’an yaitu surat Ali Imran ayat 97 menyatakan perintah haji bagi umat muslim yang mampu. Kata mampu dalam arti ayat tersebut memiliki banyak makna menurut para ulama. Umat muslim dikatakan isthitha’ah (kemampuan) apabila memiliki kemampuan baik dari segi finansial, jasmani, rohani, dan pengetahuan akan tatalaksana haji. Penilaian kemampuan jasmani atau fisik dapat dilakukan dengan adanya skrining kesehatan sebagai persiapan untuk pelaksanaan haji. (Permenkes, 2018; Kasim, 2018).

Tujuan penyelanggaran skrining kesehatan haji yaitu mencapai kondisi istitha’ah dalam segi kesehatan jamaah haji, mengendalikan faktor risiko kesehatan jamaah haji, menjaga agar jamaah haji dalam kondisi sehat selama di Indonesia, perjalanan, dan tanah suci, serta mencegah terjadinya transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluar dan atau masuk ke Indonesia oleh jemaah haji. Skrining kesehatan dalam persiapan haji terdapat 3 tahap yaitu :

  1. Tahap pertama yaitu skrining dilakukan saat jamaaah haji mulai mendaftarkan untuk mendapatakan nomor porsi. Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh dokter tenaga keperawatan puskesmas dan analisis laboratorium untuk menentukan calon jamaah haji yang risiko tinggi (berusia 60 tahun atau lebih dan atau memiliki faktor risiko kesehatan dan gangguan kesehatan yang potensial menyebabkan keterbatasan dalam malaksanakan haji selain itu dilakukan kegiatan penyuluhan konseling, dan peningkatan kebugaran
  2. Tahap kedua dilakukan oleh tim penyelanggara kesehatan haji kabupaten atau kota di puskesmas atau rumah sakit pada saat kepastian keberangkatan jamaah haji. Pada pemeriksaan tahap kedua, pemerintah akan menentukan orang tersebut memenuhi syarat atau tidak untuk melaksanakan haji. Pemeriksaan tahap kedua meliputi : anamnesa, pemeriksaan fisik termasuk antropometri (berat badan, tinggi badan, dan lingkar perut), pemerisaan penunjang (cek darah,urine, EKG, dan radiologi) diagnosis.
  3. Tahap ketiga dilakukan untuk menetapkan status kesehatan jamaah haji layak atau tidak layak terbang. Jamaah yang tidak layak terbang yaitu jamaah yang tidak memenuhi keselamatan penerbangan internasional.Jamaah yang tidak memenuhi keselamatan penerbangan insternasional yaitu jamaah yang memiliki penyakit menular berpotensi wabah contohnya cacar, typhus, yellow fever, dll. Selain itu, jamaah yang memiliki penyakit yang mengancam jiwa seperti PPOK derajat IV, gagal jantung stadium IV, gangguan jiwa berat (skizofrenia berat, demensia berat, retardasi mental, dll) termasuk jamaah yang tidak layak terbang. Penyakit yang berhubungan dengan ketinggian juga dapat menjadi syarat yang mempertimbangkan jamaah tersebut layak atau tidak untuk penerbangan. (Permenkes, 2018; Pratiwi, 2022)

Skrining kesehatan merupakan hal yang penting dilakukan bagi jamaah haji agar tidak menganggu kekhusyukan selama melakukan ibadah haji. Adanya syarat isthitha’ah tersebut menjadikan pentingnya kesehatan bagi umat muslim untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Pola hidup sehat dapat diterapkan sejak dini dengan mengatur pola makan, aktivitas, dan kebersihan lingkungan. (Pratiwi, 2022).

Sumber :

  • Peraturan Menteri Kesehatan. 2018, Undang-undang R. I. No. 15 Tahun 2016 Petunjuk teknis Pemeriksaan dan Pembinaan Kesehatan Haji”
  • Kasim, D. 2018, Fiqh Haji (Suatu Tinjauan Historis dan Filosofis). Jurnal Al’Adl. 11(2).p169-167
  • Pratiwi, P.,Witcahyo,E.,Herawati,Y.2022,Manajemen Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember.Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes.13(1).p190-195