Menaikan Daya Saing Bangsa dengan Techomedicine
Seminar atau konferensi internasional mengenai technomedicine baru saja diselenggarakan di FK UGM tepatnya tgl 21-22 Oktober 2014 dalam rangkaian Dies Natalis ke 65 UGM. Topik yang dibahas dalam konfernsi itu adalah pull dan push factor untuk mewujudkan kemandirian bangsa melalui technomedicine. Kekuatan penelitian yang berbasis pada penemuan baru untuk dipatenkan merupakan salah satu push factor untuk mewujudkan kemandirian bangsa. Dengan begitu banyaknya kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat oleh universitas yang dikenal dengan istilah tridharma perguruan tinggi sampai saat ini ternyata masih miskin capaian produk patent di segala bidang apalagi dibidang kedokteran. Hal yang memprihatinkan di dunia medis adalah 90 % lebih obat-obatan dan teknologi kedokteran masih import. Oleh karena itu perlu kolaborasi dari semua bidang dari mulai farmasi, kedokteran, peternakan, teknik industri, biologi dan teknologi pangan untuk memperbanyak penelitian yang memiliki output berupa paten di teknologi kesehatan dan kedokteran. Itulah berbagai alasan yang melatarbelakangi kegiatan seminar internasional dalam rangka peringatan Dies Natalis UGM ke-65 dengan tema UGM mengabdi memimpin negeri. Dalam acara tersebut menghadirkan para pembicara dari Jerman, USA, Singapura dan Australia untuk sharing pengalaman peran perguruan tinggi, market, dan pemerintah serta rumah sakit dalam research and development (R&D) yang berorientasi paten. Dari Indonesia diwakili oleh pembantu rektor bidang akademik dan rektor bidang kerja sama/alumni, serta para peneliti UGM yang sudah mendapatkan paten. Hal lain yang menarik adalah peran dari yayasan sosial dengan semangat filantropi dalam memanfaatkan produk paten untuk mempercepat pembangunan kesehatan. Salah satunya adalah yayasan TAHIJA yang bergerak dalam pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti dengan menggunakan bakteri wolbacheri yang disuntikan ke nyamuk betina. Nyamuk tersebut akan berkembang biak dengan nyamuk jantan lokal sehingga populasi nyamuk aedes yang mengandung bakteri Wolbacheri semakin banyak. Hal ini bermanfaat untuk membunuh virus dengeu di nyamuk aedes tersebut.
Dari segi kebijakan pemerintah perlu ada terobosan untuk meningkatkan penelitian berorientasi paten dengan meningkatkan makroalokasi budget atau APBN untuk penelitian (R&D), kebijakan karir bagi doktor sebagai peneliti dengan laboratorium yang memadai bukan diposisikan sebagai manager administrasi. Pemberian jabatan dalam stuktur organisasi bagi para akademisi jangan sampai menyebabkan premature academic career death (PACD). Bagi perguruan tinggi dituntut untuk meningkatkan anggaran mesoalokasi. Industri juga harus menaikan mesoalokasi dan mikroalokasi untuk R&D. Peneliti juga jangan hanya menjadikan penelitian untuk tambahan proyek dan income saja untuk pondasi rumah dan mobil mewah sehingga tidak terjadi misalokasi pada tingkat micropolicy/microallocation. Hal ini perlu dilengkapi dengan pull factor dari market dan regulasi yang jelas untuk perlindungan intelektual properti sehingga investasi bisa berkelanjutan dengan terciptanya keharmonisan/keadilan antara kepentingan sosial/publik/masyarakat dan peneliti. Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk penemuan ilmiah sampai bisa dipatenkan membutuhkan modal yang tidak sedikit.Contoh ilustrasinya adalah penemuan satu obat baru membutuhkan waktu 14 tahun, biaya 12 milyar dollar dan failure rate 95% (14-12-95). Oleh karena itu sharing ini penting sekali antara market, peneliti, pemerintah dan industri sehingga biaya bisa diupayakan bersama dan penerapannnya ke masyarakat bisa lebih terjangkau secara ekonomi dan sosial.
Pengalaman di Jerman dengan rata-rata publikasi ilmiah di atas 4000 per tahun setiap perguruan tinggi bisa menghasilkan 50 paten. Salah satu rahasianya adalah gelar pofesor di Jerman tidak akan diberikan jika tidak pernah menghasilkan paten untuk kepentingan industri. Lain cerita di Singapura salah satu rumah sakit ternama di singapura mampu membuat produk inovatif dari tiap departemen di lingkungan rumah sakit yang bisa dikembangkan menjadi paten. Pengalaman sehari-hari di rumahsakit di petakan dan dikembangkan menjadi ide inovatif yang selanjutnya menjadi layanan raumah sakit yang berbasis kreatifitas SDM rumah sakit. Karena tiap tahunnya pasti ada lomba di internal rumah sakit untuk menilai inovasi dan kreatifitas tiap-tiap SDM di masing-masing bagian atau departemen. Dari paparan mereka jelas sekali bahwa daya saing suatu bangsa sangat tergantung pada aktivitas R & D yang berujung pada produk paten khususnya di bidang medicine (technomedicine). Kapan kita bisa menyusulnya ? semoga dengan pemerintahan baru akan lebih baik amien. Demikian laporan dr SAA dan dr Erlina yang ditugaskan oleh dekan FK UII untuk mengikuti acara tersebut. Salam sukses