Melindungi Keluarga dari Pengaruh Rokok

MELINDUNGI KELUARGA DARI PENGARUH ROKOK

Oleh    : dr.Titik Kuntari, MPH  

MEROKOK dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin … demikian bunyi pesan yang dapat kit abaca dengan jelas di bungkus-bungkus rokok. Sayangnya, pesan nan sarat makna tersebut tidak kunjung membuat para perokok tergugah sehingga memutuskan untuk menghentikan kebiasaannya tersebut. Seorang perokok, umumnya berhenti merokok karena mulai terjangkiti berbagai penyakit sebagai efek dari terlalu banyaknya tar dan nicotine yang sudah mengendap di tubuhnya.
  

Rencana beberapa pihak untuk memberlakukan peraturan tentang aturan merokok agar tidak merugikan orang-orang yang ada di sekitarnya, dan tidak merokok (perokok pasif) … layak untuk kita sambut sebagai sebuah langkah positif dan sangat baik untuk melindungi masyarakat, khususnya para lansia, wanita hamil dan anak-anak dari efek asap rokok. Pada anak-anak, ikut menghisap asap rokok sebagai perokok pasif dapat menghambat pertumbuhannya dan mengurangi tingkat kecerdasannya. Karena itu, hanya satu nasehat yang bisa kita sampaikan kepada para perokok : Jika anda menyayangi keluarga anda, maka kurangilah kebiasaan merokok apalagi di tengah-tengah keluarga yang membuka akses pernafasan kepada mereka untuk ikut menghisap asap rokok tadi secara langsung (jarak dekat) ataupun secara tidak langsung (semi filtrasi – jarak jauh).
Langkah yang paling efektif untuk melindungi keluarga dari pengaruh polusi asap rokok, tentu dengan berhenti merokok. Namun, jika ternyata langkah ini dirasa sangat berat, dapat diupayakan dengan langkah mengatur tata ruang rumah agar tempat merokok khusus seperti yang sering kita lihat di bandara-bandara (cigarette lounge), betul-betul steril dari kunjungan anggota keluarga yang tidak merokok apalagi anak-anak yang sedang berada pada usia pertumbuhan organ-organ penting tubuhnya, seperti paru-paru, jantung dan otak. Misalkan  dengan menyediakan ruang khusus / ruang kerja untuk merokok. Atau meletakkan ruang tamu sejauh mungkin dari ruang keluarga, sebagai langkah antisipasi jika tamu yang berkunjung merokok. Selain itu, tidak ada salahnya jika di rumah dipasangi berbagai brosur dan himbauan untuk tidak merokok … lengkap dengan fakta-fakta kerugian terhadap fisik akibat merokok. Melalui kampanye berbasis keluarga seperti ini, kita berharap agar mereka yang sudah menjadi perokok berat (aktif) tergugah untuk berhenti merokok dan bagi teman / anggota keluarga lainnya yang belum merokok dapat terproteksi lebih baik.
Dan khusus untuk anggota keluarga yang masih berusia remaja (dan berjenis kelamin laki-laki), tantangannya memang luar biasa besar mengingat pergaulan pada saat ini sudah sedemikian terbukanya di mana remaja-remaja tanggung berseragam sekolah sudah tidak takut ataupun malu lagi merokok di depan umum. Demikian juga dengan pemandangan seorang remaja puteri yang merokok secara demonstratif di pusat perbelanjaan, di diskotik dll … meski prosentasenya lebih kecil ketimbang remaja laki-laki. Satu point khusus yang harus kita garis bawahi bersama, bahwa pergaulan merupakan “instruktur” utama yang akan memperkenalkan seorang remaja ke dunia rokok mengingat di usia remaja belum ada argumentasi lain yang pas untuk menjelaskan tentang fenomena ini, seperti tuntutan pekerjaan (stress) dan lain sebagainya yang kerap terjadi pada orang dewasa  (Dan point ini juga perlu untuk kita pertegas bahwa merokok dan nikotin yang ada di dalam rokok, sama sekali tidak akan membantu seseorang untuk menghilangkan stress yang sedang dihadapinya. Jika ada yang merasa terbantu, maka itu semua sekedar sensasi dan sugesti (persepsi) saja yang sudah terbangun sejak awal. Artinya, merokok sama sekali tidak membantu seseorang untuk proses relaksasi saraf-sarafnya dari tekanan beban pekerjaan).  Untuk itu — para orang tua  harus  sangat serius melakukan monitoring terhadap pergaulan anak-anaknya , termasuk memberikan pemahaman kepada putera-puterinya untuk tidak bergaul terlalu dekat dengan teman-teman yang merokok. Selain itu, para orang tua juga harus belajar banyak untuk mengenal indikator-indikator yang menunjukkan gejala bahwa si anak sudah mulai merokok.
TRADISI MEROKOK DALAM KELUARGA
Like father like son, demikian sebuah pepatah barat yang sangat populer di tengah-tengah masyarakat kita untuk menggambarkan bahwa profile orang tua dapat terlihat jelas pada diri sang anak. Termasuk juga contoh merokok di dalam keluarga, di mana inspirasi utama tentu akan datang dari lingkungan keluarga sebagai lingkungan terdekat. Artinya, sulit sekali berharap anak-anak dari sebuah keluarga yang orang tuanya (lazimnya si bapak) merokok untuk tidak ikut-ikutan merokok.  Curiosity (rasa ingin tahu) dan keinginan untuk meniru (copied) seorang anak akan sangat kuat ketika melihat sebuah kegiatan dilakukan secara berulang-ulang (kontinyu) oleh orang tuanya. Untuk itu, keluarga sebagai salah satun instrumen pendidikan bagi anak harus mengembangkan tradisi-tradisi yang positif.
Orang tua yang sadar akan masa depan putera-puterinya, tentu harus rela berkorban. Dan berhenti merokok dan mencontohkan pola hidup sehat tanpa rokok merupakan salah satu cara untuk membangun masa depan anak yang lebih sehat. Dan kesadaran ini harus kita mulai sedini mungkin agar anak tidak sempat merekam bahwa orang tuanya memiliki tradisi merokok (dulu) sebagai referensi dan dalieh mereka di kemudian hari ketika mereka ketahuan mulai mencoba mencicipi rokok. Mari kita mulai tradisi tidak merokok sejak saat ini sebelum semuanya menjadi terlambat. Wallahu A’lamu Bishawwab