Kenaikan Angka dan Temuan Pesan Kematian Kasus Bunuh Diri di Yogyakarta pada era Pandemi

Oleh : dr. Niufti Ayu Dewi Mahila M.Sc.

 

Definisi Bunuh diri adalah usaha tindakan atau pikiran yang bertujuan untuk mengakhiri hidup yang dilakukan dengan sengaja, mulai dari pikiran pasif tentang bunuh diri sampai akhirnya benar-benar melakukan tindakan yang mematikan.

Keparahan tingkat bunuh diri bervariasi, mulai dari ide bunuh
diri, ancaman bunuh diri, percobaan bunuh diri, dan melakukan bunuh diri (completed suicide) (Rathus dan Miller, 2002; Pelkonen dan Marttunen, 2003; Orden et al., 2011).

American Psychiatric Association (APA) mengatakan bahwa perilaku bunuh diri sebagai bentuk tindakan dari individu dengan cara membunuh dirinya sendiri dan paling sering terjadi diakibatkan oleh adanya tekanan, depresi ataupun penyakit mental lainnya (Idham, 2019).

Bunuh diri merupakan masalah kesehatan yang menjadi perhatian utama di banyak negara
terutama pada kelompok anak-anak dan usia paruh baya (Wasserman et al.2005).

Bunuh diri adalah masalah Kesehatan Global dan menempati peringkat kedua peyebab kematian paling umum pada kelompok usia 15-29tahun di Dunia (Rosemary, et al.).

78% dari semua kasus bunuh diri pada tahun 2016 terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO).

Di Indonesia Sejak 2014-2019 Suicide Mortality Rate = 2,4 per 100.000  populasi. (Worldbank), Tahun 2020, Suicide Mortality Rate = 3,4 per 100.000 Populasi. (Researchgate).

Di Yogyakarta Ada 29 kasus bunuh diri di tahun 2020 dan mengalami kenaikan menjadi 37 kasus bunuh diri dengan cara gantung diri, dan satu kasus dengan cara minum racun, jadi totalnya ada 38 kasus selama tahun 2021. (Kasubbag Humas Polres Gunungkidul, Iptu Suryanto, 2021).

7 Kasus (2019), 7 Kasus (2020), 8 kasus (2021), (2 kasus) awal 2022, yang dilakukan pemeriksaan di Bagian Forensik salah satu RS di Yogyakarta.

Metode bunuh diri yang biaanya digunakan adalah Gantung Diri, menelan Racun, Kecelakaan Lalu Lintas, Melukai diri sendiri

Faktor-faktor penyebab bunuh diri  ada 3 faktor menurut Dukheim yaitu, Kewajiban (Tradisi) “ India kuno = Istri harus ikut mati Bersama suaminya”, Dukungan masyarakat, Masalah.sedangkan menurut Hermin Mallo et al. terdapat 3 masalah yang dapat menjadi penyebab bunuh diri yaitu, Depresi, Konsep diri dan  Hubungan dengan keluarga.

Terdapat beberapa tanda bahaya kasus bunuh diri yang harus diwaspadai yaitu, Merencanakan (Waktu, Tempat dan Metode), Ancaman/ Pesan Kematian kepada orang disekitar dan Percobaan bunuh diri / Parasuicide (luka tidak fatal,mencari perhatian). (Rathus dan Miller, 2002; Pelkonen dan Marttunen, 2003; Orden et al., 2011).

Hasil temuan TKP (Tempat kejadian perkara) dan pemeriksaan luar pada beberapa jenazah korban dugaan bunuh diri, ada beberapa “Pesam kematian” korban secara tersirat ataupun tersurat, diantaranya adalah temuan surat dari korban yang diletakkan di meja belajar korban yang bertisi tentang permohonan maaf kepada keluarga karena harus mengambil jalan mengakhiri hidupnya dikarenakan sudah merasa tidak berguna dan gagal membahagiakan keluarga, kemudian pada kasus lain ditemukan juga luka terbuka dangkal (sayat) yang membentuk “nama” dari orang yang dicintainya namun tidak membalas cinta korban (ditolak teman lawan jenis).

Pesan kematian yang tersirat banyak yang diketahui ataupun diakui oleh pihak keluarga terdekat seytelah kejadian, keluarga atau orang terdekat korban akan menceritakan bahwa beberapa hari atau waktu sebelum korban meninggal, korban pernah mencertitakan  tentang beban hidup atau masalah yang sedang dialaminya dan terasa sangat berat sehingga dianggap tidak ada jalan lain selain “mati”.

Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga hari ini ternyata memberikan kontribusi pada kasus bunuh diri di Yogyakarta bahkan di Indonesia, faktor ekonomi dan faktor akses Pendidikan yang diduga menjadi penyebab terbanyak dari kasus bunuh diri di era pandemic, anggapan tersebut diambil dari hasil temuan TKP ataupun dari data anamnesis keluarga dan orang terdekat korban.