[:id]Bagaimana Jadwal Minum Obat saat Berpuasa?[:]

[:id]Bagaimana Jadwal Minum Obat saat Berpuasa?

Penulis:

Kaniaka Vashti Nindita
17711134

Sebagian dari kita pasti merasa bingung, bila kita harus mengkonsumsi obat ketika berpuasa. Ada obat yang harus dikonsumsi 3-4 x sehari sehingga mengharuskan konsumsi di pagi siang dan sore. Lalu bagaimana cara mengantisipasinya?

Konsultasikan ke Dokter

  1. Mintalah dokter anda untuk mengganti obat yang digunakan dengan sediaan obat lepas lambat. Sehingga bisa mengurangi frekuensi penggunaan tanpa mengurangi efektifitas obat
  2. Berpuasa di Indonesia tidak memungkinkan untuk memiliki durasi berpuasa kurang dari 12 jam. Sehingga obat 2×1 tetap tidak bisa di konsumsi. Namun banyak obat yang 1×1 dengan golongan dan efek terapi sejenis. Sebagai contoh: obat hipertensi captopril digunakan 2-3 x 1 menjadi lisinopril 1x sehari
  3. Dokter juga mampu bervariasi membuat jadwal konsumsi obat memanfaatkan waktu berbuka hingga sahur saja dengan kekurangan, efek obat tersebut tidak bisa mengcover 1 hari penuh. Beberapa obat penghilang nyeri memungkinkan dilakukan seperti ini, tapi obat seperti antibiotik tidak memungkinkan karena bisa menimbulkan resistensi bila telat dosis.
  4. Jangan lupa bertanya apakah obat yang diberikan di konsumsi sebelum / sesudah makan. Karena berpuasa menyebabkan lambung kosong yang rentan terhadap obat obatan yang tidak ramah terhadap lambung.

Pertimbangkan Manfaat dan Mudhorotnya secara Ilmiah

Namun kita sebagai pasien ataupun dokter tidak bisa menutup mata, apabila hasil konsensus dan penelitian menunjukkan penanganan penyakit tertentu tidak dianjurkan untuk berpuasa. Seperti pada kasus infeksi yang berat dan diabetes komplikasi. Di sini dibutuhkan informasi dan kebijaksanaan baik dari Dokter maupun Pasien.

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ

“Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidaklah seseorang berlebih-lebihan (menyusahkan diri) dalam urusan agama melainkan agama akan mengalahkannya.” [HR. Bukhari]

Dalam Islam dikenal berbagai keringanan hukum (rukhsah) untuk tidak berpuasa Ramadhan bagi orang-orang yang tidak mampu secara fisik atau mengalami kesulitan dan kepayahan dalam menjalankan puasa. Tetapi tetap bisa melakukan amal ibadah selama Ramadhan dalam bentuk lain.

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah.” [ QS Al-Baqarah : 184 ].

 

Referensi

Aadil, N., Houti, I. E., & Moussamih, S. (2004). Drug intake during Ramadan. BMJ, 329(7469), 778–782. doi:10.1136/bmj.329.7469.778

Grindrod, K., & Alsabbagh, W. (2017). Managing medications during Ramadan fasting. Canadian Pharmacists Journal / Revue Des Pharmaciens Du Canada, 150(3), 146–149. doi:10.1177/1715163517700840

 [:]