[:id]SIKAP PRO DAN KONTRA MASYARAKAT TERHADAP FATWA MUI TENTANG PELARANGAN SHOLAT JUMAT DI MASA COVID 19[:]
[:id]SIKAP PRO DAN KONTRA MASYARAKAT TERHADAP FATWA MUI TENTANG PELARANGAN SHOLAT JUMAT DI MASA COVID 19
Penulis : Hana Isnaini Al Husna – 031002410
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan fatwa terkait larangan bagi umat Islam menyelenggarakan Salat Jumat berjamaah di wilayah tertentu selama pandemi yang dituangkan dalam Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19.[1] Fatwa ini spontan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat karena normatifnya dalam Islam sholat Jum’at hukumnya wajib, bahkan meninggalkan 3 kali sholat Jum’at dapat dihukumi kufur. Dalam pemahaman masyarakat, meninggalkan sholat jum’at bukan semata-mata urusan dunia tetapi juga mempertaruhkan nasib di akherat. Apalagi meninggalkan sholat jum’at 3 kali bisa menjadi kufur jika dilakukan dengan sengaja atau tanpa udzur Tentu saja banyak masyarakat yang enggan ambil resiko dengan meninggalkan sholat Jum’at sekalipun MUI telah memfatwakan bahwa dalam kondisi yang tidak terkendali sholat jum’at boleh diganti dengan sholat dhuhur. Namun disisi yang lain, jika ditinjau dari ilmu kesehatan ancaman bahaya penyebaran virus yang dapat menimbulkan kematian ini hanya bisa ditanggulangi dengan memutus rantai penularan. Bahkan Organisasi kesehatan dunia WHO telah memastikan masifnya penyebaran virus Covid 19, sehingga wajar pada tanggal 11 Maret 2020 Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghabyesus perlu segera mengumumkan status pandemi di seluruh negara. Covid 19 ini proses penularannya sangat cepat dan dapat ditularkan melalui orang per orang melalui media benda dan lingkungan disekitar orang yang memiliki riwayat terjangkit Covid 19.[2] Pengetahuan mengenai bahayanya Covid 19 ini harus diketahui oleh seluruh masyarakat Indonesia. Coronavirus dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan yang umumnya ringan, seperti pilek. Akan tetapi berbeda dengan Covid 19, virus ini dapat menimbulkan kematian meski gejala awalnya seperti influenza biasa.[3]
Dalam beberapa hadits digambarkan bahwa Rasulullah saw dan para sahabat juga melakukan hal yang demikian. Sebagaimana apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw, menceritakan kepada kami Hafs bin Umar, menceritakan kepada kami Syu’bah, ia berkata telah mengabarkan kepadaku Habib bin Abi Tsabit, ia berkata aku mendengar ibrahim bin Sa’ad berkata aku mendengar usamah bin Usamah bin Zaid mengabarkan Sa’ad dari Nabi saw sesungguhnya beliau bersabda: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (Hr. Bukhari).Jika ditinjau dari Ilmu kesehatan dalam menghadapi ancaman virus yang begitu masif ini , maka dapat dilakukan dengan memutus rantai penularan. Dan juga dalam riwayat lain diceritakan, “sesungguhnya Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilyaah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad saw pernah berkata, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR. al-Bukhari). Bahkan dalam kaidah fiqhiyyah yang dirumuskan oleh para ulama menjelaskan bahwa “Menghilangkan kemudharatan itu lebih didahulukan daripada Mengambil sebuah kemaslahatan.”. Jadi bisa disimpulkan bahwa kurangnya pemahaman masyarakat terhadap ilmu agama dan kurangnya pengetahuan tentang bahaya Covid 19 ini yang menyebabkan timbulnya pro dan kontra dalam menyikapi Fatwa MUI tersebut. Pro kontra ini secara samar samar bisa menjadi sinyal yang kuat bahwa masyarakat Indonesia masih kurang literasi terhadap ilmu agama dan kesehatan. Hal ini tentu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memberikan edukasi terhadap masyarakat khususnya keluarga kita. Apabila tanggungjawab secara pribadi tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka pada akhirnya akan meluas kepada tetangga, dan semua lapisan masyarakat untuk dapat menjalankan ajaran agama dengan baik dan terhindar dari bahaya Covid 19.
Daftar Pustaka :
“Https://Medan.Tribunnews.Com/2020/03/20/Penjelasan-Lengkap-Tentang-Virus-Corona-Covid-19-Dari-Gejala-Ciri-Ciri-Hingga-Cara-Mencegah,” n.d.
Komisi Fatwa MUI. “Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 14 Tahun 2020 Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19.” Majelis Ulama Indonesia, 2020.
Yunus, Nur Rohim, and Annisa Rezki. “Kebijakan Pemberlakuan Lockdown Sebagai Antisipasi Penyebaran Corona Virus Covid-19.” SALAM : Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-i 7, no. 3 (2020): 227.
- Komisi Fatwa MUI, “Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 14 Tahun 2020 Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19” (Majelis Ulama Indonesia, 2020), 9. ↑
- “Https://Medan.Tribunnews.Com/2020/03/20/Penjelasan-Lengkap-Tentang-Virus-Corona-Covid-19-Dari-Gejala-Ciri-Ciri-Hingga-Cara-Mencegah,” n.d. ↑
- Nur Rohim Yunus and Annisa Rezki, “Kebijakan Pemberlakuan Lockdown Sebagai Antisipasi Penyebaran Corona Virus Covid-19,” SALAM : Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-i 7, no. 3 (2020): 227. ↑
[:]