Workshop Dokter Layanan Primer (DLP) di FK UII

Dalam rangka mempersiapkan pendirian program studi Dokter Layanan Primer (DLP) di FK UII dan sekaligus juga dalam rangka rangkaian kegiatan MILAD FK UII yang ke-13 maka pada hari Jum’at  19 Desember 2014 telah dilakukan kegiatan workshop dan FGD DLP di auditorium lantai 2 FK UII dengan menghadirkan pembicara dr. Mora Claramita, MHPE, PhD dan  dr. Oryzati Hilman Agrimon, MSc, CMFM, PhD. Selain itu dalam acara tersebut dilakukan presentasi oleh wakil dekan FK UII mengenai kesiapan FK UII untuk membuka program studi DLP.

Kegiatan tersebut dibuka oleh wakil dekan FK UII mewakili dekan FK UII yang sedang bertugas ke Jakarta memenuhi undangan DIKTI dalam evaluasi proyek PHK PKPD.  Dalam sambutannya wakil dekan FK UII mengharapkan dengan workshop ini semoga saja konsolidasi, pemahaman dan kesiapan tim DLP FK UII semakin baik sehingga target bulan September 2015 sudah bisa berdiri dan mendapatkan ijin dari DIKTI untuk menerima mahasiswa.

Dalam acara tersebut muncul pro kontra mengenai pendirian program studi DLP di level nasional. Diantara pro kontra tersebut adalah legal standing pendirian DLP yang  masih terjadi polemic karena adanya judicial review terhadap UU Pendidikan Kedokteran oleh Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI). Keselarasan berbagai aturan khususnya UU Praktek Kedokteran, Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia serta peraturan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan serta peraturan badan akreditasi nasioanal atau lembaga akreditasi nasional kesehatan (LAM PT KES) yang masih belum sinkron sehingga beberapa perguruan tinggi FK terakreditasi A masih galau atau setengah hati untuk mendirikan program studi DLP. Masalah lainnya adalah belum adanya kolegium dokter layanan primer setara dengan pendidikan spesialis  di organisasi profesi IDI yang menyebabkan proses pendirian prodi DLP menjadi terhambat. Kasarnya program DLP ini menjadi program yang premature dan sesat karena menyalahi aturan dalam pendirian prodi baru menurut DIKTI. Bahkan isunya PDUI akan menggagalkan pembentukan kolegium tersebut di MUNAS IDI nanti sehingga rencana pemerintah melalui Kemenkes untuk mendirikan prodi DLP akan dimentahkan lagi. Padahal di luar negeri pendidikan spesialis DLP sudah maju pesat dengan lama pendidikan 3 tahun melalui program residensi spesialis DLP.

Kesiapan SDM pendidik di prodi DLP khusus di Indonesia yang masih langka bahkan belum ada satupun pendidik DLP di Indonesia yang memenuhi kualifikasi internasional. SDM yang ada hanya produk TOT atau master of family medicine yang kurang memahami seluk beluk program residensi DLP seperti di luar negeri yang lebih ke arah pendidikan profesi (vokasional) yang secara mandiri menangani pasien. Kalau konsisten dengan aturan DIKTI  tentang pembukaan prodi baru setara post-graduate atau S-2 maka minimal staf pengajarnya bergelar S-3 atau doktor. Pendirian prodi DLP minimal harus ada 6 dosen sebagai dosen homebase di prodi tersebut. Namun karena adanya masa peralihan dalam program studi DLP yang sama sekali baru setidaknya ada kelonggaran atau tidak seketat prodi lainnya. Spesialis konsulen pediatric social, obstetric social dan bedah umum serta ilmu penyakit dalam konsulen geriatric bisa terlibat dalam prodi DLP sebagai staf pengajar. Problem lainnya adalah belum adanya lahan praktek yang sesuai untuk pendidikan dokter layanan primer dengan pendekatan holistis komprehensif, continue dan integrated melihat pasien sebagai person dari aspek biopsikososioetikoreligius-kultural. Selama ini pendekatan pembelajaran di tingkat profesi lebih didominasi oleh pendekatan organ-based approach sesuai logika berpikir spesialisasi. Wahana praktek berupa klinik pratama atau puskesmas yang konsisten dengan pendekatan family medicine masih sangat sedikit dengan kualitas yang masih rendah.

Diakui atau tidak gap pengetahuan antara dokter umum dan spesialis selama ini masih sangat lebar sehingga seharusnya secara teori hanya 5% saja kasus penyakit yang dirujuk ke spesialis atau pelayanan sekunder dan tersier menjadi tidak bisa berjalan karena kemampuan dokter umum yang ada kompetensi masih rendah sehingga lebih banyak menjadi dokter umum yang spesialis merujuk. Penguasaan kompetensi pengelolaan pasien dengan 155 penyakit masih belum tuntas seperti paying yang tercabik-cabik sehingga perannya sebagai gate keeper kurang optimal. Faktor usia dokter umum yang bekerja di Indonesia relative masih muda dan masa studi yang relative lebih singkat bila dibandingkan dengan general practicioner (GP) di luar negeri yang mereka belajar minimal 9 tahun untuk menjadi dokter spesialis umum.

Dari workshop tersebut menghasilkan suatu kesimpulan bahwa siap atau tidak siap FK UII harus mau untuk mengemban amanah konstitusi untuk membuka dokter layanan primer dalam rangka membantu pemerintah meningkatkan status kesatan masyarakat. Dengan risiko pangsa pasar BPJS untuk kebutuhan dokter layanan primer diambil oleh dokter dari luar negeri sebaiknya secara bijaksana IDI, AIPKI, Depkes dan DIKTI duduk bersama dalam mensikapi polemic mengenai DLP.  FK UII dipandang dari sisi konsep dan fasilitas serta dukungan dana 1 milyar untuk pembukaan prodi DLP dipandang lebih siap daripada fakultas kedokteran lainnya. Road map pembukaan prodi DLP sudah sampai pada sosialisasi kepada karyawan dan dosen serta rapat rutin tiap minggu untuk mengejar kesiapan lainnya. Hal yang penting adalah memikirkan wahana pendidikan DLP yang bermutu, condusive untuk pendekatan holistis, representative dan sesuai dengan visi misi FK UII. Pembukaan klinik pratama dokter keluarga menjadi keharusan dan pendirian rumah sakit pendidikan FK UII menjadi memiliki nilai strategis untuk pembukaan prodi DLP. Asalkan jangan sampai pendidikan dokter undergraduate (S-1) menjadi terbengkelai karena mengejar pendidikan S-2 DLP. Rekomendasi dari FGD ini adalah FK UII harus secara serius menyiapkan pembukaan prodi DLP karena impact dari program DLP ini diberbagai negara menurut laporan WHO yang berjudul Even More Than Ever jelas meningkatkan status kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan lebih baik, lebih terjangkau dan lebih merata. Selamat berjuang dalam pendirian prodi DLP, semoga Allah selalu meridhoi UII. Amien (SAA)