Susun Kurikulum, IPE Libatkan FK UII

Kaliurang (UII News) – IPE adalah pendidikan  antar profesi  atau interprofesi yang terdiri dari dua atau lebih profesi  dalam rangka saling belajar dari, untuk dan tentang masing-masing profesi tersebut dalam rangka memperbaiki kolaborasi dan kualitas pelayanan. Tujuan dari IPE dalah untuk mencapai pelayanan kesehatan primer yang lebih adil, bermutu dan terjangkau.

Hal itu disampaikan oleh dr. Syaefudin Ali Akhmad, M.Sc (Wadek FK UII) saat mendapat tugas dari Dekan FK UII untuk mengikuti  The First Symposium on Interprofesional  Education (IPE) dengan tema Collaboration Towards Better Health yang diselenggarakan di Hotel Grand Clarion Makassar pada tangal 29-30 Oktober 2014 kerja sama DIKTI dan FK UNHAS.

Dijelaskan dokter Udin tujuan kegiatan ini adalah untuk sharing pengalaman dalam mempraktekan IPE di kampus masing-masing serta menyusun kurikulum, strategi, dan metode pembelajaran IPE di preklinik, klinik dan komunitas.

“Dewasa ini pelayanan kesehatan masih terfragmentasi atau tersekat-sekat salah satunya karena ego sehingga terkesan ada subordinate satu profesi dibandingkan profesi lainnya. Idealnya semua tenaga kesehatan tersebut bisa berkolaborasi atau kerja sama dengan saling percaya dan saling menghormati dalam menangani pasien. Dengan jumlah tenaga kesehatan sebanyak 13 menurut UU  kesehatan menuntut kerja sama yang baik dalam melakukan fungsi dan perannya masing-masing”, katanya.

Ditambahkan  dokter yang sering menggunakan kopyah putih ini, dalam sebuah pertanyaan, Bagaimana masing-masing profesi bisa menghormati profesi lain dengan mengutamakan komitmen untuk melayani pasien, saling percaya (trus), saling terbuka, komunikasi yang efektif, leadership yang baik, team building yang kuat, menajemen konflik yang baik serta advokasi kepada pasien yang humanis maka perlu dirumuskan kompetensinya, model dan kurikulum pendidikannya serta assesmennya dari mulai tahap akademik, klinik dan komunitas.

“Metode pangajarannya bisa dengan role play, refleksi, community based interprofesional collaboration (COMIC), kuliah bersama, tutorial based case interprofesional, dan Kuliah kerja nyata-profesi kesehatan atau SUPERCAMP yang diikuti oleh mahasiswa farmasi, kedokteran, kedokteran gigi, gizi, kesehatan masyarakat, dan keperawatan”, tambahnya.

Melalui IPE diharapkan menghasilkan  transformasi model pelayanan kesehatan dari berpusat tenaga kesehatan kepada berpusat pada pasien dengan ciri pasien berperan aktif, pasien merupakan mitra dalam menerima pelayanan, petugas kesehatan dan pasien berkomunikasi dua arah, pelayanan kesehatan diutamakan untuk kualitas hidup, dengan memperhatikan kultur dan nilai-nilai pasien.

Untuk tindak lanjut kegiatan akan dilakukan symposium yang kedua pada tanggal 21-22 Oktober 2015 dengan topic “Developing Assesment in IPE”.

“ Semoga FK UII bisa lebih baik dalam mengikuti kegiatan lanjutannya tersebut. Syukur di FK UII bisa langsung menyusun kurikulum IPE dan system assesmennya yang tersebar di tiap blok dan tersebar ditiap stase di rumah sakit. Dan akan lebih prestius lagi di FK UII terdapat research group mengenai IPE yang bisa untuk presentasi atau publikasi di forum Centre For The Advancement Of Interprofessional Education (CAIPE)”, harapnya.

Selain itu, FK UII bisa juga menjadi member CAIPE dengan membayar 1.600 Euro per tahun dan mendapatkan langganan jurnal dari CAIPE dengan syarat harus ada output yang jelas untuk pengembangan FK UII. Semoga UII tertarik untuk mengembangkan IPE di FK UII untuk memajukan menjadi FK yang kelas dunia, demikian penjelasan dokter Udin. Wibowo