Pemanfaatan Energi Nuklir dalam Perspektif Kedokteran Kesehatan

SEMINAR NASIONAL
“PEMANFAATAN ENERGI NUKLIR DALAM PERSPEKTIF KEDOKTERAN KESEHATAN,
SAINS TEKNOLOGI DAN EKONOMI INDONESIA “

Dalam rangkaian Milad Universitas Islam Indonesia ke-66, Lembaga Ekskutif Mahasiswa (LEM) Fakultas Kedokteran dan LEM Fakultas MIPA UII bekerjasama dengan PT. Medco Power Indonesia menggelar Seminar Nasional Pemanfaatan Energi Nuklir dalam Perspektif Kesehatan Kedokteran, Sains Teknologi dan Ekonomi Indonesia, pada Sabtu 20 Juni 2009, di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, UII.
 
Dalam sambutannya ketika membuka seminar ini, Wakil Rektor III UII, Ir. Sutarno, M.Sc., mengungkapkan bahwa untuk mendukung pengembangan industri nasional di masa mendatang diperlukan penyediaan sumber energi yang cukup besar. Namun perlu diingat bahwa pertumbuhan pembangunan harus dilandasi oleh asas pemerataan dan tetap menjamin prinsip pembangunan berkelanjutan. Menurut Wakil Rektor III penggunaan dan pemanfaatan energi alternatif selain dari bahan bakar fosil adalah suatu keharusan mengingat semakin terbatasnya sumber energi tersebut. Di antara sumber energi alternatif tersebut terdapat sumber-sumber energi terbarukan (renewable) seperti air, angin, cahaya matahari dan pasang surut air.

Namun demikian, menurutnya pemanfaatan sumber energi terbarukan masih amat terbatas dan dalam skala kecil. PLTA sudah kurang memungkinkan dibangun di pulau Jawa. Energi cahaya matahari (surya) terkendala dengan mahalnya panel surya (solar cell) dan kecilnya energi yang dihasilkan karena sifatnya yang tidak kontinu. Energi panas bumi (geothermal) sangat potensial akan tetapi tidak selalu berada di tempat yang dibutuhkan kendala geografis). Energi yang berasal dari angin juga sulit untuk diharapkan mengingat kecepatan dan arah angin di daerah khatulistiwa tidak selalu sama.

Beberapa tahun belakangan ini, persoalan energi tidak hanya menjadi persoalan material Indonesia, tetapi juga akan menjadi persoalan yang krusial di dunia. Tidak satupun sisi kehidupan manusia (terutama di zaman modern sekarang ini), yang tidak bersentuhan dengan energi. “Kita tahu bahwa energi merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan, sandang dan pangan” papar Wakil Rektor III.
Mengutip data Departemen ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) tahun 2006, Wakil Rektor III menjelaskan bahwa cadangan minyak di Indonesia hanya tersisa sekitar 9 milyar barel. Apabila terus digunakan tanpa ditemukan cadangan minyak baru, diperkirakan cadangan minyak ini akan habis dalam dua dekade mendatang. Sementara itu, sumber energi fosil (batu bara dan gas) di Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal dan hamper tidak menjadi prioritas.
Sementara itu, Ketua SC Seminar Nasional NETHESCO 09 , A.R. Vertando Halim,  menjelaskan persoalan krisis energi merupakan tanggung jawab kita bersama, termasuk mahasiswa. “ Mahasiswa memiliki peran agent of trigger  agar  pemerintah menempatkan energi nuklir sebagai  salah satu energi alternatif demi kemajuan bangsa”, ungkap mahasiswa Fakultas Kedokteran UII ini.
 
Seminar ini menghadirkan sejumlah pembicara, yaitu dr. Tatan Saefudin Sp.Rad., M.Kes. (Kepala Subdit  Bina Pelayanan Radiologi Depkes  RI), Dr. Ir. Arnold Spetrisnanto (PT. Medco Power Indonesia), Setiayanto (Kepala Pusat Teknologi dan Keselamatan Nuklir) dan Suparlan (WALHI Yogyakarta).
Menurut Ir. Arnold Soetrisnanto pengaruh kenaikan harga minyak di 2008, mempengaruhi kenaikan biaya material dan konstruksi PLTN. Sehingga generation cost untuk nuklir akan menjadi sekitar 5-6 cent US$/kWh. “Masih bernilai ekonomis untuk harga jual listrik pada saat PLTN beroperasi tahun 2019” ungkap Head of Nudear Project Development PT. Medco Power Indonesia ini.
Disisi lain, energi nuklir banyak kegunaannya. Salah satunya pada bidang kesehatan kedokteran. Menurut dr. Tatan, peran dan implementasi nuklir dalam bidang kesehatan, tercerminkan pada pelayanan Radiologi yang terdiri atas pelayanan Radiologi Diagnostik, Radioterapi, dan kedokteran nuklir. Pelayanan kedokteran nuklir, biasanya digunakan untuk diagnosa dan terapi penyakit infeksi, penyakit metabolik/hormonal dll, dengan menggunakan alat gama-kamera biasa, spec atau pet.
Ketika bicara tentang nuklir, hal yang kemudian biasanya terbayang adalah perang, senjata, dan kecelakaan. Tentu saja hal tersebut adalah wajar mengingat dunia masih terbayang dengan kecelakaan reaktor Chernobyl di Uni Sovyet, kecelakaan reaktor Three Miles Island di AS, serta hancur leburnya kota Hiroshima dan Nagasaki karena bom atom di Jepang.
Menurut Setiyanto, hal lain yang terkait dengan nuklir selanjutnya adalah isu keselamatan. Mengenai bahaya kecelakaan nuklir, hal tersebut telah diantisipasi sejak pembuatan desain reaktor itu sendiri. Sebuah PLTN memiliki desain pengamanan dan antisipasi kecelakaan yang berlapis-lapis. Desain keselamatan suatu PLTN menurutnya setidaknya meliputi lapisan keselamatan pertama dimana PLTN dirancang, dibangun, dan dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang sangat ketat, mutu yang tinggi dan teknologi mutakhir; lapis keselamatan kedua dimanaPLTN dilengkapi dengan system pengamanan/keselamatan yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi akibat-akibat dari kecelakaan yang mungkin dapat terjadi selama umur PLTN; dan lapis keselamatan ketiga dimana PLTN dilengkapi dengan system pengamanan tambahan, yang dapat diperkirakan dapat terjadi pada suatu PLTN.
Teknologi nuklir adalah teknologi yang paling canggih dan maju saat ini. Siapa yang memiliki teknologi ini, maka ia bisa disejajarkan dengan negara-negara maju. Adalah sebuah langkah yang ‘berani’–dan ‘nekad’–, sebuah negara sebesar Indonesia menggantungkan lebih dari 50% sumber energinya dari minyak bumi yang sangat fluktuatif harganya di pasar dunia. Karenanya jika memang memiliki itikad baik, pemerintah haruslah berani mengambil langkah yang tegas untuk menyelamatkan sumber energi Indonesia.
Selain persiapan di bidang teknologi, pencerdasan masyarakat khususnya terkait dengan nuklir untuk penggunaan damai dan solusi energi Indonesia adalah sebuah PR besar yang tak bisa diabaikan. Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perizinan Reaktor Nuklir No. 43/2006 setidaknya telah sedikit membuktikan keseriusan Pemerintah. Namun, keberjalanannya tetaplah perlu dipantau dan dikawal. Agar tak ada lagi kekhawatiran akan kebutuhan energi bagi generasi mendatang.