Keinginan Pelayanan Publik Yang Optimal di DIY

Keinginan Pelayanan Publik Yang Optimal di DIY
Oleh dr. Sunarto

Jika kita mencoba melihat problem umum yang krusial di Indonesia sekarang adalah berbagai fenomena dibawah ini. Pertama, peristiwa korupsi, kolusi dan nepotisme tercatat sebagai negara terkorup di Asia. Praktek ini begitu massif terjadi disemua jajaran baik eksekutif maupun pihak lainnya. Kedua, Indonesia masih memiliki peringkat Human Development Indikator jajaran terendah, urutan ke 111 negara-negara di dunia di tahun 2004. Ketiga, bahwa biaya hidup dirasakan masyarakat terasa mahal, terutama oleh sebagian besar penduduk dari pedesaan dan masyarakat miskin diperkotaan. Semua hal ini dapat dijadikan cerminan atas hubungan pelaksanaan pelayanan publik di suatu negara. Sehingga tidak aneh jika sering terdengar di suatu media tentang adanya berbagai kasus mulai dari sulitnya warga negara memperoleh akses pelayanan maupun buruknya kualitas pelayanan oleh aparatur/instansi dibanyak sektor. Sedangkan pengertian pelayanan umum (publik) adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan jasa dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun ketentuan peraturan perundang-undangan  (SK MenPan 81/1993).
 

Realitas pelayanan publik yang dilakukan pemerintah beserta jajarannya selama ini dirasakan masih belum sesuai harapan masyarakat.  Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan pelayanan publik yang dirasakan di lingkungan DIY, walaupun ada Kabupaten Kota yang menerima penghargaan tertentu. Posisi masyarakat masih dalam kondisi yang lebih lemah dihadapan aparat dan birokrasi. Jika ada penyimpangan atau problem pada pelayanan publik, masyarakat lebih sering menerima “kekalahan” akibat tindakan-perilaku aparat dan berbagai peraturan yang berlaku. Yang secara mendasar, pelayanan publik yang baik dan berkualitas merupakan bagian dari hak asasi setiap warga negara. Selain hal itu dapat dikatakan pula bahwa pelayanan publik yang baik merupakan upaya menciptakan good governance & clean government.  Konsekuensinya negara harus terus menerus mengupayakan untuk menjamin pemberian pelayanan dan perlindungan hak setiap anggota masyarakat dalam pelayanan publik secara optimal.
 
Di saat ini yang menarik adalah kasus daerah-daerah di Indonesia mulai semacam ada “kompetisi” dan “perlombaan” antar Pemda untuk melakukan perubahan kebijakan terkait dengan pelayanan publik. Perubahan itu didorong oleh berbagai faktor. Harapannya, faktor motivasi utama adalah untuk memenuhi kewajiban negara dan untuk mencapai kesejahteraan rakyatnya. Tidak jarang ditemukan upaya meningkatkan pelayanan publik karena hanya alasan pragmatis pimpinan lokal untuk mencapai popularitas-citra ataupun sekedar mengikuti tuntutan pasar yang menguntungkan sebagian pengguna layanan publik, yakni pemilik modal besar. Pertanyaannya adalah manakah dari isu strategis pelayanan publik di DIY agar mendapatkan perhatian utama dari para stakeholder?

Pilihan Pelayanan Dasar
Sebagai jawaban klise tentang isu pelayanan publik yang strategis adalah isu yang memprioritaskan dan meningkatkan sektor pelayanan yang secara langsung  berpengaruh dan dirasakan pada kesejahteraan masyarakat banyak. Lebih spesifiknya agar kita segera mengutamakan beberapa problem yang mendesak yakni berkaitan isu pelayanan dasar dan isu tentang pemerataan dan keadilan. Tentu pilihan-pilihan ini juga tergantung pada kondisi, cara pandang dan komitmen keberpihakan pengambil kebijakan yang menentukan arah kebijakan. Tiga hal berikut yang menjadi acuan dasar pada arah kebijakan yang dijadikan pertimbangan:

  1. Pemerintahan lebih percaya pada mekanisme pasar atau lebih pada sosial. Dalam kenyataannya, para pengambil kebijakan jarang memperhatikan dari pelaksanaan dan dampak dari keyakinan ini. Sering ditemukan produk dari kebijakan yang kurang jelas, apakah lebih memiliki nilai sosial untuk kepentingan orang banyak atau mengikuti mekanisme pasar yang lebih memberi keleluasaan para investor dan kemajuan ekonomi.
  2. Apakah pembuat kebijakan lebih mengarah pada equity egaliter (adil dan merata tanpa memandang perbedaan status ekonomi) atau equity libertan (adil sesuai dengan kemampuan membayar). Pertimbangan ini penting karena akan berdampak pada pilihan moral pelayanan publik kita. Sulit tampaknya suatu pelayanan publik memenuhi kedua equity tersebut secara bersamaan, Pemda di lingkungan DIY perlu memprioritaskan salah satu yang mana.
  3. Aspek teknis termasuk infrastruktur, persentase penduduk yang bekerja secara formal, rata-rata pendapatan penduduk di suatu negara, kesiapan sumberdaya manusia, faktor budaya masyarakat juga akan menentukannya.    

Jika pilihan acuan umum kita pada nilai sosial, equity egaliter serta mempertimbangakan kondisi umum di DIY, maka pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial) akan menjadi prioritas upaya perbaikan pelayanan publik. Implementasi dari peningkatan pelayanan dasar tersebut akan akan terekspresikan dalam tiga hal pokok yakni alokasi anggaran, sumber dana dan efisiensi. Selain itu pelayanan dasar yang tergolong “public goods” ini harus melindungi kelompok yang tidak mampu yang diwujudkan dalam suatu jaminan akses bagi setiap warga negara, maka integrasi antara perencanaan dengan pembiayaannya
Kenyataan bahwa negara-negara tidak kaya cenderung sumber dana kesehatan lebih banyak berasal dari masyarakat, kecuali Kuba. Negara-negara kaya cenderung sumber dana kesehatan berasal lebih banyak dari Pemerintah, kecuali AS. Secara umum, di negara tidak kaya masih timbul problem sulitnya akses pelayanan kesehatan dan rendah mutu pelayanan kesehatan. Sementara pelayanan dasar, kesehatan dan pendidikan semakin bergeser pada barang komoditi yang mengarah pada pasar. Rumah sakit dan sekolah ke arah organisasi sosial ekonomi yang mengarah pada persaingan dan kemajuan, disisi lain dapat menjauhkan dari aspek pemerataan dan keadilan.

 Negara berkewajiban atas pemenuhan hak dan penyelenggaraan pelayanan publik dasar berupa pelayanan pendidikan, kesehatan, dan pemenuhan kesejahteraan sosial masyarakat. Pada Pasal 31 ayat 1 Amandemen UUD 1945 menyatakan: Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat 2, menyatakan Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Berikutnya aturan dalam bidang kesehatan ditegaskan dalam Pasal 28 H UUD 1945, yang berbunyi…hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, mendapat lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan“. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional (iman, taqwa, akhlak mulia dan mencerdaskan bangsa) dan sistem kesehatan nasional. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan (20%) dan mengupayakan kesehatan 15% (Tap MPR). Dalam hal pemenuhan kesejahteraan sosial masyarakat diatur dalam Pasal 34, ayat (1) yang menyebutkan: Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara” serta ayat (2) menyebutkan, Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Menurut ketentuan di atas, dapat kita lihat bersama bahwa urusan wajib pemerintahan baik berskala nasional maupun daerah propinsi atau kabupaten/kota berkaitan dengan pelayanan dasar, yaitu: pendidikan, kesehatan, dan pemenuhan kesejahteraan warganya.
Sedangkan syarat untuk mencapai pelayanan dasar yang optimal adalah tersedia dan berkesinambungan: pelayanan dasar tidak sulit ditemukan. Pelayanan harus dapat diterima dan wajarserta tidak bertentangan adat, budaya, dan keyakinan masyarakat. Lokasi, distribusi, dan sarana perlu diperhitungkan dalam pelayanan publik agar mudah lebih dijangkau atau ditempuh dengan biaya sesuai kemampuan masyarakat. Dan tidak kalah pentingnya bahwa aspek mutu harus memperhatikan  tingkat kesempurnaan pelayanan, artinya memuaskan dengan tatacara yang etis dan standar yang ditetapkan.
Problem pelayanan kesehatan yang kini masih terjadi di DIY khususnya adalah keabsahan data gakin , pelayanan yang sulit, serta sosialisasi program. Pemda DIY telah memiliki Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial yang berupaya memberikan jaminan dan peningkatan pelayanan dasar kesehatan bagi warga tidak mampu dan rentan penyakit. Harapan masyarakat agar dalam pelaksanaan tidak ada kesulitan dalam memperoleh layanan dari provider kesehatan. Memang kadang pelayanan publik sulit dinilai kualitasnya karena berupa pelayanan jasa. Mudah-mudahan di DIY semakin mempunyai keyakinan dan komitmen kebijakan yang berbasis nilai sosial.
Problem pelayanan pendidikan dari pengalaman Ombudsman Daerah tahun 2006, antara lain pada Penerimaan Siswa Baru (PSB), sebagian korban gempa dan gakin masih ditarik oleh sekolah. Masyarakat masih menganggap kurangnya transparansi dan akuntabilitas sekolah dan komite sekolah. Belum ada standar penyusunan penganggaran (Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah) beserta standar aturan penarikan dana wali murid. Isu ini berujung pada lebih pada problem pemerataan akses dan keadilan dalam pelayanan pendidikan. Maka pada waktu berikutnya perlu didorong sebuah kebijakan dari Pemerintah untuk mengatasi ini. Sangat positif jika dalam secepatnya lahir Peraturan Gubernur/Walikota/Bupatida sebagai respon Pemerintah untuk memperbaiki pelayanan pendidikan. Bahkan masyarakat menunggu kepastian lahir dalam bentuk Perda penyelenggaraan pendidikan, agar lebih memberikan jaminan akses dan kualitas pelayanan pendidikan untuk semua.
Para ahli melihat bahwa telah terjadi pergeseran paradigma pelayanan publik dari model administrati publik tradisional (old public administration) ke model manajemen publik baru (new publik manajemen) dan akhirnya menuju model pelayanan publik baru (new public service). New Public Service berdasarkan pada teori demokrasi, kepentingan publik adalah hasil dialog tentang berbagai nilai, responsif terhadap berbagai kepentingan dan nilai-nilai publik yang ada dan bertanggungjawab kepada warga negara serta akuntabilitas atas multi aspek; akuntabel pada hukum, nilai komunitas, norma politik, standar profesional, kepentingan warga negara.