FK UII Siapkan SDM Dalam Jaminan Produk Halal Untuk Menyambut MEA 2015

Total penduduk muslim di dunia sampai saat ini diperkirakan mencapai 1,9 milyar orang atau 23% dari penduduk dunia. Market global produk halal diperkirakan mencapai US $ 580 Milyar per tahun. Dari market tersebut diperkirakan 5% atau US$8 milyar adalah produk pertanian.

Hal ini menjadi market potensial bagi produk halal. Apalagi IndonesiadDengan populasi muslim sebesar 87,3% atau sekitar 160 juta memiliki pangsa pasar produk halal yang cukup potensial dengan nilai transaksi mencapai $ 30 Billion atau setara dengan Rp 360 triliun. Di kawasan ASEAN potensi pasar Indonesia menjadi pasar yang paling besar di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Hal ini mendorong negara-negara ASEAN berkeinginan untuk mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikasi halal dari MUI (LPPOM). Bandingkan dengan Taiwan, negeri yang non muslim yang begitu concern dengan sertifikasi halal tersebut. Apalagi Taiwan memiliki pangsa pasar sekitar $ 5 juta tiap tahun di Indonesia atau berkisar Rp. 63 Milyar per tahun.

Jaminan produk halal merupakan isu yang sangat sensitive dalam produk makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan dan bahan pakaian, asesoris, alat-alat olah raga atau alat bantu lainnya yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Sejak tahun 1998 dengan adanya isu lemak babi di dalam satu produk penyedap rasa sampai sekarang masih terus ada bahkan semakin meningkat seiring dengan meningkatkan kesadaran para pemeluk agama islam di Indonesia.

Permasalahan jaminan produk halal ini akan terus menjadi isu nasional karena belum adanya aturan hukum yang jelas. Apalagi RUU Jaminan Produk Halal versi pemerintah dan DPR masih belum sama dan posisi MUI menjadi terpinggirkan. Oleh karena itu demi terwujudnya jaminan produk halal di negeri tercinta ini diperlukan sebuah kolaborasi yang kuat antara pemerintah, MUI, perguruan tinggi, masyarakat dan pelaku industry dan  bisnis sehingga proteksi umat islam berjalan efektif. Jangan sampai MUI dijadikan alat labelasisasi saja untuk produk halal. Harapannya label halal itu bisa dijamin integritas jaminan halal itu sampai kapanpun melalui traceability yang sensitive, autentikasi yang valid dan reliable, serta open akses informasi kepada para konsumen untuk menghindari fraud dalam labelasasi halal. Umumnya pelaku industry melakukan cheating dengan mengirimkan sample berbahan baku halal saat registrasi halal pertama kali namun setelah mendapatkan label halal bahan baku yang digunakan diganti dengan yang haram dengan alasan biaya lebih murah.

Menurut data sampai tahun ini beberapa perguruan tinggi sudah memiliki halal center seperti UHAMKA, UMI Makasar, IPB, UGM, UNBRAW dan UIN. Lembaga paling maju dalam proses pemeriksaan produk halal adalah LPPOM dan Halal Global Research di Bogor.  Menurut data dari MUI (LPPOM) sampai tahun ini terdapat 75 SDM auditor LPPOM MUI pusat dan 662 SDM auditor halal di LPPOM provinsi. Mengingat begitu pentingnya acara tersebut maka FK UII mengirimkan beberapa dosennya dan laborannya untuk mengikuti workshop dan seminar halal product; Islamic Perpective di FK Yarsi Jakarta, 15-17 Desember 2014. Selama workshop banyak hal yang diperoleh antara lain teknik analisis kekritisan produk halal dengan GC-MS, FITR, RT PCR dan Next Generation Sequencing (NGS)/MiniSeq. Semoga SDM yang dikirim yang terdiri dari dr Syaefudin Ali Akhmad MSc, dr. Sufi Desirini, MSc, dr. Luasiana, Afivudien, Mujiyanto, dan Ahsan nantinya  bisa memperkuat pendirian Halal Science Research/Center di UII yang kita cintai ini melalui kolaborasi dengan FMIPA. (SAA)